Sampai saat belum habis jam lemburku hari ini dimana ku rangkai kata dalam tulisan ini pun, sungguh aku tak mengerti apa maksud dari dibuatnya Undang-undang. Bahkan artinya saja, aku tak paham, yang aku tahu hanyalah undangan, dimana si pengundang inginkan kedatangan yang di undang.
Sesungguhnya, tulisan ini hanyalah katarsis dari apa yang terasa dalam otak dan hati ini. Seorang teman (1) ceritakan soal kerjanya, dimana lembur seharian dapatkan sepuluh ribu. Teman lain (2) punya kisah yang lain, lemburannya dalam sebulan bisa dapatkan tiga kali gaji pokoknya. Dan aku?? dalam satu jam lebur, adalah sama dengan gaji tarmijah sebulan, delapan ribu rupiah.
" banyak yang protes, sampai lapor ke lembaga pengaduan ketenaga kerjaan, apalah namanya gue gak paham... seorang dari lembaga itu dateng, lalu pulang dengan amplop di tangan. Buat apa ada Undang undang?!!" Teman (1) pemilik cerita ini... oh, mungkin basi.
Bagaiamana dengan teman (2) ?? Dengan bijak dalam candanya dia berkata "kalau loe tau toko sabar subur yang ada di tangerang, sebenarnya namanya dulu bukan itu.. dulu namanya sabar syukur subur, karena kepanjangan dan gak punya nama jual, disingkat jadi sabar subur.... hahaha"
Dan begitulah hidupnya, dan aku pun belajar dari dirinya, teman sebangku ku semasa SMA dengan tidak melanjutkan hingga jadi sarjana. bersabarlah, bersyukurlah, insyaAllah Subur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H