Lihat ke Halaman Asli

MUHAMMAD JAILANI

Wasekjend Internal PB HMI

Pengaruh Digitalisasi dalam Pertumbuhan Ekonomi Kreatif

Diperbarui: 21 Juli 2022   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Oleh : Muhammad Jailani

Era digital sudah bukan lagi perkara masa depan, namun sudah menjadi realita bagi populasi dunia. Perkembangan teknologi yang terus meningkat tajam dari tahun ke tahun pun sebenarnya demi mengimbangi kebutuhan manusia akan teknologi yang semakin besar. Dalam setiap aspek kehidupan, selalu ada teknologi digital yang membantu kita sehari-hari, menjadikan aktivitas lebih efisien.

Kemunculan teknologi digital dan internet menandai dimulainya Revolusi Industri 3.0. Proses revolusi industri ini jika dikaji dari sudut pandang seorang sosiolog Inggris yang bernama David Harvey, merupakan sebuah proses pemampatan ruang dan waktu. Ruang dan waktu semakin terkompresi dan semakin memuncak pada revolusi tahap 3.0, yakni revolusi digital. Waktu dan ruang tidak lagi berjarak. Pada tahap revolusi industri sebelumnya, yaitu revolusi kedua (Revolusi 2.0), dengan hadirnya teknologi mesin yang dapat menciptakan sebuah mobil (kendaraan), membuat waktu dan jarak makin dekat. Revolusi 3.0 menyatukan keduanya. Sebab itu, era digital sekarang mengusung sisi kekinian (real time). Selain mengusung kekinian, revolusi industri 3.0 mengubah pola relasi dan komunikasi masyarakat kontemporer. Praktik bisnis pun mau tidak mau harus berubah agar tidak tertelan zaman.

Namun, revolusi industri ketiga juga memiliki sisi yang layak diwaspadai. Teknologi membuat pabrik-pabrik dan mesin industri lebih memilih mesin ketimbang manusia. Apalagi mesin canggih memiliki kemampuan berproduksi lebih berlipat. Konsekuensinya, pengurangan tenaga kerja manusia tidak terelakkan. Selain itu, reproduksi pun mempunyai kekuatan luar biasa. Hanya dalam hitungan jam, banyak produk dihasilkan. Jauh sekali bila dilakukan oleh tenaga manusia. Lalu pada revolusi industri generasi 4.0, manusia telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi (disruptive technology) hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan perusahaan-perusahaan incumbent. Era ini yang ditandai dengan hadirnya Internet of Things, Big Data, Articial Intelligence, Human Machine Interface, Robotic and Sensor Technology, 3D Printing Technology. 

Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri telah banyak menelan korban dengan matinya perusahaan-perusahaan raksasa. Lebih dari itu, pada era industri generasi 4.0 ini, ukuran besar perusahaan tidak menjadi jaminan, namun kelincahan perusahaan menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dengan cepat. Hal ini ditunjukkan oleh Uber yang mengancam pemain-pemain besar pada industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata. Ini membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa yang kecil.

Kalau kita perhatikan tahap revolusi dari masa ke masa timbul akibat dari manusia yang terus mencari cara termudah untuk beraktitas. Setiap tahap menimbulkan konsekuensi pergerakan yang semakin cepat. Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan umat manusia.

Sejalan dengan perkembangan Revolusi Industri 4.0 tersebut, perusahaan membutuhkan pekerja dengan keterampilan baru, yang mungkin tidak ada sebelumnya. Beberapa bidang pekerjaan akan mengalami peluang untuk berkembang pesat, sementara bidang pekerjaan yang lain mungkin akan menurun.

Dalam survei yang diadakan oleh World Economic Forum (Future of Jobs Survey2018), diketahui terdapat 4 (empat) tren Kalau kita perhatikan tahap revolusi dari masa ke masa timbul akibat dari manusia yang terus mencari cara termudah untuk beraktitas. Setiap tahap menimbulkan konsekuensi pergerakan yang semakim cepat. Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan umat manusia. Berdasarkan survey tersebut, hingga tahun 2022, diperkirakan akan terdapat 92% perusahaan global yang akan mengadopsi penggunaan big data analytics sebagai salah satu teknologi utama.

Ekonomi digital pertama kali diperkenalkan oleh Tapscott (Tapscott, 1997). Menurutnya, ekonomi digital merupakan sebuah fenomena sosial yang mempengaruhi sistem ekonomi, dimana fenomena tersebut mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses terhadap instrument informasi, kapasitas informasi dan pemrosesan informasi. Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentikasi pertama kalinya yaitu industri TIK, aktivitas e-commerce, distribusi digital barang dan jasa.

Sementara itu, konsep ekonomi digital menurut Zimmerman (Zimmerman, 2000), merupakan sebuah konsep yang sering digunakan untuk menjelaskan dampak global terhadap pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang berdampak pada kondisi sosial-ekonomi. Konsep ini menjadi sebuah pandangan tentang interaksi antara perkembangan inovasi dan kemajuan teknologi yang berdampak pada ekonomi makro maupun mikro.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline