Lihat ke Halaman Asli

Jahzi Syifa Azzahra

i`am an explorer

Kebijakan Pemerintah Terhadap Persoalan "Si Emas Hitam" dan Keterkaitannya dengan 10 Prinsip Ekonomi

Diperbarui: 12 Februari 2022   03:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Munculnya kebijakan pemerintah mengenai pelarangan ekspor batu bara selama satu bulan penuh, mulai tanggal 1 hingga 31 Januari 2022 pasalnya menimbulkan pro dan kontra di berbagai pihak. Kebijakan tersebut terdapat dalam Surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM No B01605/2021 pada 31 Desember 2021. Kebijakan ini ditetapkan melihat defisitnya listrik Indonesia karena kurangnya pasokan dari batu bara. Dirjen Minerba Ridwan Djamaludin (2022) berpendapat bahwa saat ini, PLN mengalami krisis pasokan batu bara sehingga kondisi ini akan mengganggu kegiatan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang akan berdampak pada sistem kelistrikan nasional. 

Namun, dengan adanya kebijakan ini justru negara Indonesia mendapatkan protes dari negara pengguna dan importir batu bara seperti Korea Selatan, China, dan Jepang sebab kebutuhan batu bara sangat diperlukan sebagai pembangkit listrik di negara bermusim dingin itu melihat China yang pasokan terbesar batu baranya berasal dari Indonesia (Koestanto, 2022). Bahkan, kedutaan besar Jepang juga melayangkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif yang berisi permintaan agar Pemerintah Indonesia mempertimbangkan kembali kebijakan larangan ekspor batu bara. Menurut Duta Besar Jepang Kanasugi Kenji mengatakan bahwa, pelarangan ini akan berdampak pada terhambatnya aktivitas ekonomi dan kehidupan masyarakat sehari-hari di Jepang.

Tak sedikit pihak yang menginginkan larangan ekspor batu bara dicabut. Kebijakan yang dinilai "tergesa-gesa" ini menuai kritikan dari berbagai pihak. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) dan Kamar Dagang Industri (Kadin) menilai bahwa kebijakan ini dilakukan terlalu cepat tanpa pembahasan dengan para pelaku usaha batu bara dan dengan adanya kebijakan ini juga justru akan berdampak pada pemulihan ekonomi yang saat ini sedang tumbuh.

Mendengar banyak penolakan dari berbagai pihak, presiden memerintahkan kepada BUMN, perusahaan swasta, dan anak perusahaannya untuk mengolah SDA supaya memenuhi pasokan listrik dalam negeri terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan ekspor. Hal ini sejalan dengan implementasi pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Dalam pasal tersebut, terpampang jelas bahwa perlunya untuk mengelola kekayaan alam yang dikuasai oleh pemerintah untuk kesejahteraan rakyat. Presiden juga memerintahkan Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan PLN untuk segera mencari solusi terbaik demi pemenuhan kebutuhan dalam negeri bagi PLN dan industri dalam negeri. Tak hanya Presiden Republik Indonesia yang langsung merespons kritikan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun angkat bicara mengenai persoalan ini. 

Beliau mengakui bahwa dengan adanya kebijakan pelarangan ekspor batu bara sementara, pemerintah dihadapkan pada dua pilihan yakni listrik di seluruh daerah RI akan padam atau lanjutkan ekspor batu bara. Namun, karena tiap pilihan memiliki dampak yang timbul maka pemerintah memilih untuk menetapkan kebijakan yang berdampak seminimal mungkin bagi rakyat dengan mengutamakan kewajiban pasokan batu bara di dalam negeri atau disebut dengan Domestic Market Obligation.

Sebenarnya, langkah cepat pemerintah untuk memilih pelarangan ekspor patut diapresiasi, karena pemerintah cepat tanggap dalam mengatasi permasalahan yang ada. Jika tidak dilakukan kebijakan, maka akan terjadi pemadaman listrik di beberapa wilayah dan akan berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional yang berdampak pada menurunnya aktivitas masyarakat pada sektor produksi, distribusi, industri, dan jasa.  

Namun, baru-baru ini menyikapi berbagai protes dari perusahaan batu bara dan negara yang membutuhkan pasokan batu bara, maka pemerintah memutuskan untuk mencabut kebijakan ini. Pemerintah menyepakati untuk mencabut kebijakan ini dan ekspor batu bara dibuka secara bertahap pada tanggal 12 Januari 2022 setelah diadakan rapat evaluasi selama 5 hari. Pemerintah mengizinkan ekspor untuk 18 kapal dari 37 kapal yang sudah diisi batu bara, memenuhi pasokan batu bara dalam negeri, serta memberikan batu bara kepada PLN karena kebutuhan PLN sudah mulai terpenuhi. Pencabutan larangan ekspor yang telah dibuka ini kemungkinan berpotensi akan meningkatkan pendapatan dari ekspor (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan tarif listrik naik sebagai dampak naiknya Domestic Market Obligation.  

Dari permasalahan kebijakan pemerintah mengenai pelarangan ekspor sementara batu bara, apabila dianalisis dalam sepuluh prinsip ekonomi maka termasuk ke dalam dua prinsip ekonomi. Pertama, opportunity cost yang dibuktikan ketika saat terjadi permasalahan ini, pemerintah dihadapkan pada dua pilihan yakni memilih antara listrik di Indonesia aman dan tidak ada pemadaman atau memilih ekspor dan mendapat penerimaan negara yang tinggi. 

Namun, pemerintah memilih untuk mementingkan listrik di seluruh wilayah Indonesia yang mana merupakan kepentingan nasional dan harus diprioritaskan. Jika tidak, maka akan terjadi ketidakstabilan perekonomian. Adapun biaya kesempatan yang hilang ketika pemerintah memilih hal ini yaitu berupa biaya ekspor yang seharusnya dapat menambah Penerimaan Negara Bukan Pajak, namun menjadi terhambat disebabkan memilih untuk kepentingan listrik dalam negeri. 

Kebijakan untuk mengorbankan ekspor dirasa sudah tepat karena urgensi listrik di wilayah Indonesia sangat penting, jika memilih untuk tetap mempertahankan ekspor maka akan terjadi pemadaman di berbagai wilayah yang berimbas pada terhambatnya aktivitas ekonomi di sektor produksi, distribusi, industri, dan jasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline