Lihat ke Halaman Asli

Awas Monster “UN” (Ujian Nasional) Mau Lewat!!!

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dua bulan lagi dunia pendidikan akan dihadapkan pada sesuatu peristiwa yang memang rutin setiap tahun, heboh, mengerikan, dahsyat, fantastic, bombastis, tapi bukan Empat Mata Mister Tukul, akan tetapi Ujian nasional, dengan namanya saja anak-anak sedang asyik mainpun langsung gemetar takut dengan nama itu, kepala sekolah yang sedang asyik mancing dihari libur pun tak bersorak bergembira lagi walaupun dapat narik ikan terus, orang tua yang lagi nonton sinetron “Anak yang tertukar” yang bikin nagis tanpa sebab karena Si Amira belum ketemu sama orang tuanya pun mendadak menjadi satpam anak supaya tidak terlalu konsen dengan acara TV. Waduh alangkah menakutkan yang namanya “UN”.

Alangkah berhasil para petinggi bangsa ini menakut-nakuti anak bangsa dengan sistem pendidikan seperti itu, uang miliyaran rupiah pun yang dari rakyat menjadi alat untuk menakuti rakyat , lucu memang anak didik dari sabang sampai meraoke dari yang belajar dengan kulaifikasi keilmuan, belajar dengan menggunankan Multimedia, ada proses saringan masuk dengan murid-murid terpilih akses internet Hotspot. Ditambah bimbel ditempat kursus yangtersertifikat harus disamaratakan dengan anak didik yang jauh dari peradaban sekolah yang masih telanjang kaki, guru yang kurang pasih berbahasa Indonesia jangan jangan jago bikin RPP dan silabus buku paket pun menjadi 1 lawan 100, boro-boro internet TV hitam putih saja cuman yang ketangkep siaran TVRI saja, jangan-jangan Bimbel waktu jam belajar pun sering terpakai untuk membantu orang tuanya keladang atau ke sawah. Seragam sekolahpun menjadi coklat kehitam-hitaman karena dari kelas 1 sampai kelas 3 tak pernah ada serep. Itu bukan lelucon kawan itu bukan di papua atau NTT masih banyak sekolah di pulau jawa yang bernasib dibawah standar Nasional. Kita tak boleh menutup mata dan telinga,nasib masyarakat di 17 ribu pulau kita tak memperoleh nasib yang sama, kwalitas pun pasti jauh berbeda karena jauh dari standar kualifikasi pendidikan .

Akhir dari sebuah sistem yang akut, para penanggungjawab sekolah pun mempelajari lagi falsafah “Banyak Jalan Menuju Roma”,mulai pergi kedukun untuk menerawang kunci jawaban yang akan keluar ada juga yang bikin tim agen rahasia yang bisa membuat misi rahasia menginvestigasi juru kunci soal yang sangat rahasia tak bisa berpikir rasional karena sistem validasinya pun jauh dari rasional, tak mempu bekerja objektif karena aturan yang terlalu subjektif.

Sadarlah saudara ku keberhasilan pendidikan bukan hanya ukuran kuantitatif akan tetapi keberhasilan pendidikan adalah bagaimana kita mampu menciptakan generasi anak bangsa dalam memanfaatkan sumber daya disekitarnya ingat, yang hidup dibumi Indonesia tak semuanya membutuhkan disiplin ilmu yang sama, di daerah pantai para nelayan membutuhkan ilmu tentang menambah pendapatan ikan, mereka yang didaerah perkebunan membutuhkan ilmu bercocok tanam.

Mungkin saat nya kita berpikir bagaimana menciptakan pendidikan yang tepat terarah disesuaikan dengan iklim sumberdaya alam yang ada disekitarnya, bukannya terus menambah beban bobotnilai yang terus meningkat yang pada akhirnya tak-tik dan siasat ketidak jujuran untuk memuaskan yang membuat police, tak seharusnya pendidikan kita berakhir dengan istilah sekolah yang menakutkan dan tak menyenangkan bahkan jauh dari manfaat. Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline