Lihat ke Halaman Asli

Lusia Imelda Jahaubun

Gadis desa dengan mimpi bisa mengelilingi dunia

Kulit Hitamku dan Secangkir Kopi Pahit

Diperbarui: 19 Oktober 2017   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: coffeegearathome.com

Entah kenapa saya terlahir dengan kulit yang lebih gelap dibanding dengan saudara-saudara saya lainnya. Sebagai bungsu dari 5 bersaudara, saya merasa jika perlakuan orang tua ke saya terlalu berlebihan. Tidak boleh keluar malam-lah, tidak boleh bepergian sendiri-lah, tidak boleh makan terlalu pedas lah, sampai-sampai pakaian yang akan saya kenakan pun diatur oleh Mama. 

Kembali ke kulit saya yang lebih gelap, sewaktu kecil saudara-saudara saya sering sekali mengata-ngatai jika saya adalah anak tetangga. Saya tau tujuannya hanya bercanda, tapi lama-lama mendengar ejekan seperti itu, saya sempat berfikir juga, "Bener gak sich kalo saya anak tentangga?" Sampai sempat pertanyaan yang sama saya lontarkan ke Mama, "Ma, ade anak tetangga ya?". Sontak Mama saya langsung berhenti dari kegiatan menjahitnya dan bertanya balik kepada saya, "Siapa yang bilang begitu?"  Namanya juga masih kecil ya, jadi jawabannya polos-polos aja, "Kakak sering bilang begitu." _"Kakak ngomong gitu koq dipercaya, Dek."  Dari pernyataan Mama saya itu, saya lebih diyakinkan kalau kakak saya hanya berkelakar. 

Oh ya, sewaktu kecil, saya sudah jatuh cinta dengan kopi. Minuman yang hanya boleh dikonsumsi oleh kaum adam dalam keluarga, bahkan dalam keluarga besarpun hanya kaum lelaki yang mengkonsumsi kopi. Tidak pernah saya melihat kakak perempuan, tante atau ibu saya meminum minuman hitam pekat itu. Pada suatu kesempatan, saya sempatkan berkunjung ke rumah tante saya yang rumahnya berdekatan dengan kampus. Sesaset kopi yang sudah saya beli dari kampus langsung diseduh dengan 1 gelas air panas menemani saya dengan setumpuk tugas kuliah dimeja kecil ruang tamu tante. 

"Sudah lama kamu disini, Nay?" Saya terkejut mendengar pertanyaan tante yang baru pulang dari kantor. "Lumayan Tan,." Tante saya kemudian berlalu dan selang beberapa menit kemudian saya mendengar teriakan dari dapur, "Nayla kamu ngopi?".  Dalam benak saya bertanya-tanya, "Aduh saya diomelin gak ya?"  Dengan pelan saya menjawab, "Ia tante." 

Tante : "Jangan ngopi lagi ya besok-besok"

Saya   : "tapi saya suka lho aroma dan rasa kopi, apalagi yang latte"

Tante : "Sudah besok gak usah ngopi"

Sepulangnya dari rumah tante, saya tidak habis pikir kenapa tante saya melarang saya ngopi, toh yang saya minum hanyalah kopi ringan. Ternyata ada alasan kuat kenapa kopi dilarang dalam keluarga terutama bagi anggota keluarga yang perempuan. Sempat saya tanyakan kepada Mama, panjang lebar Mama bercerita, dulu ada anggota keluarga yang meninggal karena terlalu banyak mengkonsumsi kopi hitam. Ginjalnya tidak berfungsi dengan baik sehingga berujung pada kematian. Saya diam seribu bahasa mendengar cerita Mama dan sempat tidak percaya mendengarnya.

Waktu terus melesat dengan cepatnya dan sampailah saya dititik terberani dalam sejarah kehidupan saya selama ada didunia ini. (This sentence is too much :D) Ceritanya waktu itu saya pamit ke Papa. "Pa, saya mau ke Jogja."

 Papa : "Kapan?"

Saya  : "Besok sore"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline