Lihat ke Halaman Asli

Reformasi Budaya

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Jaharuddin
Apa yang anda ingat ketika orang menyebut kata budaya, biasanya yang terlintas adalah seni suara, seni tari, seni tradisional, seni film, dan seterusnya. Seolah-olah budaya milik para seniman tertentu saja, padahal arti sesungguhnya budaya adalah segala sesuatu hasil karya, karsa dan tingkah laku manusia. Manusia menjadi objek utama dari terbentuknya budaya.
Budaya mempunyai peran penting terbentuknya kondisi yang lebih baik, jika salah dalam memahami budaya bisa berakibat fatal, sesuatu yang dianjurkan menjadi seolah-olah wajib, sementara sesuatu yang dilarang bisa menjadi boleh atau biasa saja. Sebagai contoh, ketika proses pernikahan, salah satu perkara besar yang disiapkan adalah pesta pernikahan dan aksesorisnya, seperti, berapa orang yang akan diundang?, digedung mana?, siapa saja tokoh yang akan diundang? dan seterusnya. Padahal tidak ada ketentuan bahwa syarat sahnya nikah adalah pesta. Pesta sesungguhnya adalah anjuran yang jika anda mampu melaksanakannya, maka sangat dianjurkan. Namun jika anda tidak mampu melaksanakannya maka tidak perlu melaksanakan, cukup melaksanakan akad nikah, anda sah menjadi suami istri, menjadikan yang haram menjadi halal.
Namun di tengah-tengah masyarakat terbentuk budaya yang sangat kuat bahwa pernikahan tersebut "wajib" dipestakan, semakin besar pesta pernikahannya seolah-olah semakin tinggi kelas sosial yang bersangkutan. Akhirnya jika tidak punya dana yang cukup berhutangpun tidak masalah.
Contoh lain, "budaya" korupsi diduga sudah lama terbentuk dalam penyelengaraan negara, akhirnya susah untuk benar-benar tidak kena getahnya korupsi, mulai dari kelurahan sampai pelayanan yang tertinggipun terdapat getah-getah korupsi, masih ada sebagian pelaksana negara yang menganggap "budaya' korupsi sudah menjadi biasa dan tidak masalah jika melakukannya.
Budaya mempunyai peran yang besarnya dalam membentuk dan merubah pola perilaku dari suatu bangsa, perbaikan dan kemajuan bisa terjadi, jika terjadi perubahan budaya ke arah yang labih baik secara konsisten.
Saat ini bangsa Indonesia sedang giat-giatnya memberantas "budaya" korupsi, dengan cara menyelidiki, menangkap, mengadili dan memenjarakan pelaku korupsi, ini perlu didukung dan diapresiasi sangat besar. Namun hal yang mendasar yang juga harus difikirkan adalah jika pendekatan yang dilakukan hanya pendekatan hukum, maka akhirnya yang terjadi adalah perubahan karena takut dihukum, dan ketika hukum lemah serta lengah, budaya lama akan menjangkiti kembali. Diperlukan reformasi budaya, agar terbentuk budaya bahwa korupsi itu benar-benar menjijikkan dan orang yang korupsi adalah lambang keterbelakangan dan kuno.
Bagaimana caranya
Dalam setiap kemajuan selalu diiringi dengan perubahan budaya, sebagai contoh dalam dunia pendidikan, anda yang baru tamat SMU melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Jika budaya yang anda pakai adalah budaya ketika anda di SMU, maka itu adalah indikasi kegagalan anda mengikuti perkuliahan, mengapa demikian? karena anda belum mampu melakukan adaptasi budaya sesuai dengan kebutuhan di lingkungan baru anda. Hal yang sama juga terjadi pada saat anda melanjutkan studi S2 dan S3, jika saat anda memasuki lingkungan S3 yang anda pakai adalah budaya saat anda belajar S1, yakinlah anda akan menghadapi kendala dalam menyelesaikan S3 anda. kalau anda mau berhasil paksa diri anda untuk merubah budaya anda sesuai tuntutan lingkungan S3 yang anda masukiDibutuhkan kesadaran dari setiap orang untuk mengetahui apa kebutuhan budaya yang dikehendaki ketika anda masuk dalam tahapan tertentu, dan pastikan budaya tersebut adalah budaya yang benar.Kalau setiap orang sadar bahwa perlu melakukan adaptasi budaya secara terus menerus, ini pertanda perubahan besar akan terjadi, dan secara bertahap perlu dibakukan dalam sistim yang lebih kuat bisa berupa perangkat hukum, tata nilai dan lain-lain.
Dibutuhkan standar
Agar tidak membingungkan, ketika anda memasuki lingkungan budaya yang baru, dan sadar bahwa dibutuhkan adaptasi budaya baru, maka dibutuhkan standar, budaya yang seperti apa yang seharusnya dilakukan dan pastikan budaya tersebut adalah budaya yang benar.
Dalam hal ini saya menyarankan agama menjadi standar benar atau tidaknya budaya. Bagi anda yang muslim, agama Islam menjadi standar apakah budaya yang ada benar atau salah. Ini akan mempermudah bagi  anda yang akan memasuki lingkungan baru, apakah budaya pada lingkungan baru anda perlu anda ikuti atau perlu dikritisi bahkan kalau perlu dirubah.
Spektrum
Dibutuhkan spektrum yang luas untuk melakukan perubahan budaya di masyarakat, maka perlu dipilih cara dan media yang paling besar dampak dan pengaruhnya pada masyarakat. Dalam perspektif inilah akhirnya media-media budaya berupa seni dengan berbagai variansnya menjadi sangat penting dan strategis. Lihatlah Amerika dengan strategi budaya film mereka, yang mengangkat "Hero" dalam setiap film-film mereka, mulai dari Batman, Spiderman, Robocop, dll. Sadarkah anda, bahwa ada strategi budaya, bukan terjadi dengan sendirinya. Amerika melalui strategi budaya film, mengemas budaya baru bahwa Amerika adalah "Hero" bagi kemanusian dan dunia. Cara ini memuluskan keinginan Amerika untuk menguasai dan menjadi polisi dunia.
Indonesia dulu juga mempunyai "Hero" seperti Pangeran Diponegoro, Fatahillah, Cut Nyak Dien, Si Pitung, Nagabonar, dll.  Namun sepertinya tidak terdesign dengan baik, sehingga spektrum dan pengaruhnya kurang masif ditengah masyarakat.
Seni suara, seni film dan sinetron, merupakan media yang besar jangkauanya ke masyarakat, untuk itu diperlukan strategi budaya. Ada strategi nasional yang didesign oleh negara untuk didorong pelaksanaanya kepada para budayawan. Para Budayawan sadar bahwa output yang mereka hasilkan bukan hanya berujung pada melimpahnya materi berupa keuntungan, namun juga berdampak pada terbentuknya budaya yang kuat dan benar ditengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini saya sangat mengapresiasi kerja keras, cerdas dan kreatifnya Habiburrahman el-Zhirazy dan timnya, yang telah mempengaruhi budaya film Indonesia yang tadinya hanya seputar foya-foya, Hedonis,hantu dan seks, menjadi penuh makna, sehat dan benar. Saya melihat tawaran budaya yang jauh lebih baik dari sebelumnya, walaupun mungkin, ini sifatnya masih gebrakan individu bukan strategi budaya secara nasional.
Dengan budaya yang penuh makna, sehat dan benar yang ditawarkan melalui media film, sinetron serta tarik suara, diharapkan mampu membentuk karakter bangsa Indonesia yang benar dan kuat. sehingga budaya kerja keras, jujur, jauh dari korupsi, religius, menjadi terbentuk dengan kuat di masyarakat, dan  kemajuan Indonesia bisa kita impikan mengantikan negara-negara yang saat ini menjadi negara maju. Akhirnya saya melihat Indonesia saat ini, sangat membutuhkan reformasi budaya.
semoga bermanfaat
Hannover, Jerman, musim panas 24 agustus 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline