Lihat ke Halaman Asli

Militer Singapura, Katak Hendak Jadi Lembu

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_22257" align="alignleft" width="300" caption="Military airplane on sky/Shutterstock"][/caption] Ketika TNI melakukan latihan gabungan terbesar bulan Juni 2008 lalu dengan mengambil lokasi di Batam, Natuna, Singkawang dan Sangatta, kampanye militer Indonesia itu dipantau dengan serius oleh tetangga sebelah Singapura dan Malaysia, sementara Filipina tidak terlalu ambil pusing. Yang paling sibuk tentu saja negara pulau Singapura, yang sepertinya merasa terancam dengan pengerahan pasukan TNI lebih dari 30 ribu prajurit itu. Di Batam, warna latihannya bernuansa pasukan khusus karena yang diturunkan seluruh pasukan khusus yang dimiliki TNI apakah itu Kopassus, Kopaska, Paskhas. Yang digelar di Batam sejatinya ingin menunjukkan pada tetangga yang angkuh itu bahwa kemampuan pasukan khusus Indonesia belum bisa ditandingi oleh mereka baik oleh kuantitas pasukan maupun kualitasnya. Hebohnya ketika ada skenario serangan udara langsung oleh F-16 dan Hawk serta penerjunan yang dilakukan oleh 10 Hercules TNI AU pada pagi subuh tanggal 10 Juni 2008, mereka minta klarifikasi untuk mengamankan wilayah udara yang katanya jangan sampai mengganggu penerbangan diatas pulau itu. Ini sama kejadiannya ketika TNI AL meresmikan Pos AL di garis terdepan teritori di Selat Singapura, beberapa F16 Singapura melakukan provokasi dengan melakukan manuver unjuk kekuatan. Dan yang lebih terasa mengejek adalah ketika Angkatan Laut Singapura bersama negara-negara Pakta Anzus (Inggris, Malaysia, Australia, Selandia Baru) melakukan latihan gabungan di perairan teritori Natuna yang nota bene adalah wilayah Indonesia pertengahan tahun 2007. TNI AL waktu itu mengerahkan 7 kapal perang (fregat dan korvet) untuk mengusir konvoi 15 kapal perang Anzus. Setelah diultimatum oleh TNI AL, melalui proses yang menegangkan dan hampir terjadi tembak menembak mereka akhirnya keluar dari perairan Indonesia. Singapura sesunggguhnya adalah negeri paranoid yang tak mau menghargai konsepsi bertetangga, selalu saja menganggap dirinya yang paling utama. Awal Oktober 2008 lalu Menhan Yuwono Sudharsono (waktu itu) sampai mengatakan bahwa negeri pulau itu adalah tetangga yang tidak jujur. Untuk mengamankan Selat Singapura dan Selat Malaka yang rawan perompakan, mereka bersemangat betul untuk melakukan patroli bersama TNI AL tetapi jika untuk urusan penyelundupan (illegal logging atau pasir laut) mereka tidak bersemangat dan jadi loyo karena menyangkut kepentingan sepihak yang menguntungkan mereka. Belum lagi jika menyangkut perjanjian keamanan dan ekstradisi, wow, sepertinya mereka tidak berkenan banget padahal berapa uang jarahan dari para konglomerat dan koruptor Indonesia yang diparkir di negara Temasek itu. Ibaratnya pengen untung sendiri dengan diberikannya wilayah perairan Natuna untuk latihan militer dia dan kawan-kawannya sementara untuk urusan ekstradisi, ntar dulu, soalnya ini menyangkut "cadangan devisa haram" untuk menopang kemakmuran negeri kecil tersebut. Belum lama ini Singapura memamerkan jumlah pembelian persenjataan yang luar biasa, menurut ukuran dia. Misalnya pembelian 2 skadron F-15 eagle, kapal selam, fregat, ratusan rudal, dan tempat penyimpanan persenjataan dibawah tanah yang sangat luas. Sepertinya mereka ingin menunjukkan kepada tetangganya bahwa mereka sudah sangat kuat banget sehingga mampu memberikan detterens buat siapa saja yang ingin mengganggu teritorinya. Tetapi Singapura mungkin lupa dengan kondisi geografinya yang hanya merupakan sebuah titik, sebuah tempat, satu tempat saja sehingga dalam konsep militer, tempat yang hanya satu titik itu terlalu mudah untuk ditaklukkan. Sementara Indonesia yang besar ini terdiri dari ribuan titik yang tentu saja tidak mampu untuk dipukul serentak. Mantan petinggi TNI Jend Kiki Syahnakri pernah bilang, segede apapun kekuatan militer Singapura, belum merupakan ancaman bagi hankam Indonesia, ya karena itu tadi, hanya sebuah titik yang rentan untuk diserang dari segala penjuru, kalau kita mau. Indonesia secara pasti sudah mendapatkan alusista modern dari berbagai jenis. 4 Korvet Sigma dari Belanda sudah masuk arsenal TNI AL. 4 KRI LPD sudah on the spot kemudian akan dilanjut dengan pembuatan korvet nasional dan FPB 57/FPB 60 secara besar-besaran. Khusus untuk FPB akan dilengkapi dengan peluru kendali dari jenis C802, sementara Fregat kelas A Yani sudah dipasang rudal mematikan Yakhont dari Rusia. Kapal Selam kelas Kilo 2 unit dari Rusia juga sudah dalam tahap finalisasi dan akan tiba tahun 2011-2012, sementara Tank amphibi paling dahsyat BMP-F dari Rusia tinggal menunggu kedatangannya. Helikopter tempur Mi-35 dan Mi-17 dari Rusia sebagian sudah datang. Kita memesan 8 Mi-35 dan 16 Mi-17 melalui kredit ekspor untuk Angkatan Darat. Tanpa publikasi luas, kita juga sudah beli 800 rudal panggul Qw-3 dari China untuk pertahanan udara, sejumlah batteray artileri pertahanan udara Poprad dari Polandia bahkan sudah diuji coba. Dan yang paling gress tentu saja rudal anti kapal paling canggih dari China C-802 yang berhasil diuji coba dalam Latgab di Sangatta dengan jarak jangkau 120 km. Rudal ini lebih ampuh dari Exocet atau Harpoon. Untuk urusan rudal anti kapal ini kita dipastikan sudah membeli rudal C-802 dari China dan rudal Yakhont dari Rusia. Desember nanti kita akan kedatangan 3 Sukkhoi 27 yang paling modern di kelasnya, setara yang dimiliki Malaysia dan bahkan kecanggihan persenjataannya melebihi apa yang dipunyai Israel, sehingga kehadiran 6 Sukhoi anyar ini mampu memberikan daya gentar bagi tetangga terutama Australia yang F-18 Hornet versi terakhirnya (masih dalam pesanan) ternyata masih kalah kelas dengan Flanker kita. Rencana berikut setelah kedatangan 6 Sukhoi gres itu, kita masih akan pesan 6 lagi untuk memperkuat grup tempur ini menjadi satu skuadron (16 pesawat). Sebenarnya dalam konsep hankam yang kita miliki, kita tidak pernah berskenario untuk melakukan agresi atau serangan ke negara lain. Itu sebabnya dalam setiap latihan perang gabungan TNI yang dilakukan selama ini, skenario yang terjadi adalah, melakukan serangan balasan terhadap satu atau dua teritori kita yang diserbu agressor dengan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) atau serangan amphibi skala besar. Sayangnya negara tetangga itu selalu melihat rumah kita ini sebagai ancaman sehingga selalu jadi diintip terus gerak geriknya. SBY memang seorang jendral yang pintar (majalah Time sepuluh tahun lalu sudah menyebutkan bahwa SBY adalah jendral paling cerdas yang dimiliki TNI). Sebagai negara kepulauan maka postur pertahanan Indonesia haruslah memperbesar kekuatan laut dan udara untuk benteng menghadapi serangan negara asing. Maka beberapa hasil dari konsep pertahanan itu sudah mulai memperlihatkan hasil. Minggu-minggu kedepan ini bahkan selama beberapa tahun kedepan kita akan banyak kedatangan alutsista baru yang gres dan modern, Super Tucano, Kapal Selam kelas Kilo, Tank Amphibi, Rudal anti kapal, Sukhoi, Panser Pindad, Rudal Lapan, FPB, Korvet Nasional dan lain-lain. Sementara pasukan Marinir diperbesar terus dan sekarang sudah mencapai 2 Divisi. Angkatan Darat akan menambah satu divisi Kostrad untuk pergelaran di Papua, Ambon dan Sulawesi. Kalimantan akan diperkuat 2 Kodam dengan penambahan sejumlah batalyon dan brigade tempur baru. Kekuatan alutsista AD juga semakin ditingkatkan dan dipermodern, termasuk mendatangkan Heli Tempur Mi-35 dan Mi-17 yang banyak ditakuti Barat itu. Dengan geliat perkuatan TNI ini, yang paling gelisah adalah negara pulau itu tadi yang sepertinya menjadi ancaman serius bagi dirinya. Nah, andai saja kita jeli membaca kegelisahan itu, meskinya disikapi juga dengan cara pandang bergaya militer untuk mengajak Singapura berhati lunak dan kemudian menjalankan perjanjian ekstradisi untuk mengembalikan koruptor dan sekalian uangnya yang diparkir di negeri itu. Atau sekali waktu lakukan kampanye militer dengan menggelar seratusan kapal perang di Batam atau menggelar rudal-rudal jarak jarak menengah secara permanen di sepanjang koridor perbatasan dengan Singapura. Kita yakin dengan cara itu Singapura setidaknya tidak besar kepala atau mau tergerak hatinya untuk merundingkan kembali perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Bukankah rumah yang bernama Singapura itu sesungguhnya banyak tergantung dari tetangga suplay kehidupannya. Air bersih dipasok dari Malaysia, sayur mayur banyak didatangkan dari Sumut, pasir laut didatangkan dari Riau Kepulauan. Sesungguhnya kalau kita jeli menangkap cara pandang mereka yang paranoid itu karena kehidupan mereka sangat rentan dan sangat dipengaruhi oleh tetanganya (yang kebetulan gede-gede). Maka sekali waktu perlu dong memperlihatkan kebesaran bangsa ini dengan cara pandang hankam atau militer. Empat ratus ribu tentara, tigaratus tujuhpuluhlima ribu Polisi, empat juta Satpam / Hansip dan puluhan juta komponen garda bangsa sekali waktu perlu memperingatkan Singapura bahwa segede apapun kekuatan militer mereka, bukanlah ancaman serius. Bak pepatah, seperti katak hendak menjadi lembu. Memang negara anda maju makmur tapi ibarat kehidupan disebuah` RT yang memiliki sebuah rumah mewah dan tetangga lainnya satu dua kelas dibawahnya, mestinya yang dikedepankan adalah cara hidup yang wajar, bukan arogan sehingga tercipta suasana yang harmonis. Tapi omong-omong emang di Singapura punya RT gak ya. ****** Jagpan (Penulis adalah pengamat Alutsista)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline