Lihat ke Halaman Asli

Robert Setiadji

Warung Om KOMPA dan Tante SIANA Cari Kawan Kolaborasi

Adegan Tembak Berdarah di Sendratari 17 Agustusan Itu Jadi Nyata

Diperbarui: 21 Agustus 2020   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nasi telah menjadi bubur, kisah kasih sehidup semati hingga ke kubur.

Lagu :
Jalan melenggang dilorong antrian loket...
Hai...hai...siapa dia ?...
Paras yang cantik menggoda hati lelaki...
Hai...hai...siapa dia ?...

Cerita :
Seperti alunan lagu Payung Fantasi, saat pertemuan pertama antara Violet Zully Setianingrum yang biasa dipanggil Peddy adalah anggota tertua dari  Veldhuyzen Family generasi ke 3, bertemu untuk pertama kalinya dengan seorang pemuda bernama Sucipto.

Saat itu Violet Zully atau Peddy sedang antri di lorong loket untuk beli tiket nonton di Bioskop Purnama di hoek Jalan Dinoyo dengan Jalan Pajajaran di Surabaya, yang lokasinya tak jauh dari Jl. Majapahit No. 18 Surabaya tempat tinggal Peddy bersama orang tuanya berikut adik-adiknya.

Sucipto bekerja pada Sugito kakaknya yang tak lain adalah pengelola Bioskop Purnama.
Sucipto saat pandangan pertama melihat Peddy yang berparas cantik, membuat  Sucipto jatuh cinta dan langsung melakukan pendekatan dari mulai film diputar hingga selesai bahkan mengikuti Peddy hingga pulang sampai dirumah di Jl. Majapahit 18 Surabaya.
Mereka pun berkenalan dan ngobrol-ngobrol sedikit di depan rumah.
Esok harinya Sucipto datang lagi dan lagi terus menerus...hingga akhirnya mereka jadian pacaran dan berlanjut ke pernikahan.
Pesta menikah yang meriah dan bulan madu adalah saat-saat yang paling bahagia bagi mereka berdua, kemudian mereka dikaruniai 5 anak Neny, Ricky, Lucky, Debby dan Louis.

Pasangan Sucipto dan Peddy adalah warga negara yang baik di mana Sucipto menjadi di ketua RT dan Peddy aktif dalam kegiatan sosial dan bertetangga seperti saat-saat perayaan 17 Agustusan di rumahnya selalu ramai dibuatkan panggung kesenian dan ditampilkan acara sendratari tentang peperangan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Adegan paling favorit dalam sendratari itu adalah saat lagu Selendang Sutra diputar di mana lengan seorang pejuang yang tertembak berdarah-darah dibalut dengan Selendang Sutra milik seorang wanita kekasihnya.
Latar belakang lirik lagu:
Ketika lengan ku terluka parah Selendang Sutra mu turut berjasa...
Adegannya : Seorang pria lengannya tertembak terluka parah dan kekasihnya membalut lukanya dengan selendang sutra yang bersimbah darah dan pria tersebut mengelus wajah wanitanya hingga wajah wanita itu belepotan penuh darah...
Dialognya : si wanita sambil menangis histeris,  berteriak-teriak jangan mati mas...jangan mati mas...

Tembakan Tanpa Peringatan...

Tak disangka tak dinyana, adegan favorit yang di sutradari oleh Peddy sendiri itu jadi nyata dan menyisakan luka trauma yang dalam dan juga menghancurkan masa depan dia serta ke 5 anaknya.

Hari itu tengah malam jelang dini hari...adik Sucipto bernama Faton dan Arifin datang ketempat kediaman Peddy dan ke 5 anaknya, datang tergopoh-gopoh setengah berlari menghampiri Peddy sambil menangis dan menunjukan baju kemeja Sucipto yang basah penuh dengan darah dan setengah berteriak Cik...Cik (nama panggilan Sucipto) ditembak Polisi...
Baju kemeja Sucipto yang basah penuh darah itu langsung diraih Peddy dan dipeluknya di cium, kemudian ke 5 anaknya juga mencium baju itu sambil menangis dengan wajah yang belepotan darah dan mereka berteriak histeris : "Papi....Jangan Mati, Jangan Mati...Papi..."

Seperti adegan selendang sutra :
" Ketika lengan mu terluka parah... Kemeja Sutra mu Bersimbah Darah..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline