Langit malam yang berlapis-lapis menyungkup mimpi manis menjelang pagi
Sepertiga awal adalah saat terindah karena aku dan Engkau tak berjarak syahdu bercengkrama menuntaskan rindu menggebu
Duapertiga kedua saat lelehan air mata sesal tak beranak lirih ke hilir dan membawa timbunan laksaan sesal menuju muara-Mu yang Rahman Rahim berbelas kasih seakan Tangan-Mu yang Kudus menyusuti air mataku yang tak pernah habis tumpah meruah melarutkan kegelapan nurani
Sepertiga malam terakhir adalah bagian terserak dalam keterpurukan dan ketakberdayaan antara rindu dan jerat untuk menjauhi-Mu
Sementara pagi mulai bertabuhan membangunkan jiwa-jiwa mengembara tak lupa pulang
Dengan segenap kedukaan yang begitu lara memerih
Dengan sejuta ketakberdayaan yang rapuh melirih
Rabb, ijinkan aku merindui-Mu
Saat mentari lepas dari peraduan yang mengeringkan embun di pepucuk dedaunan
Saat jerit dan kelepak satwa berharmoni menyambut pagi bernas Milik-Mu
Ijinkan aku, Rabb dengan segunung tangis yang maujud tanpa suara
Yang selalu menggetar dan tanpa segan memukuli relung hati ringkih, saat Nama-Mu adalah prioritas yang ke sekian sudah
Kemudian, kesadaran timbul setelah bergulat dengan ego dan nafsu yang saling berebut mematikan yang lain
Allah ijinkan aku menyemai rindu kepada-Mu
Sebelum perjanjian terakhir terlampaui
dan aku hanya bisa menikmati sesal seluas langit dan bumi
Perhitungan telah terketuk mati dan diri ini tidak bisa kembali dan lari
Allah aku tetap hamba-Mu
Belas kasihanilah aku
Ya Rabb
Fa fu'ani
Ampuni aku
Hanya Kepada-Mu kuberserah