Indonesia termasuk negara yang memiliki jumlah pemeluk agama Islam terbanyak di dunia. Dilansir dari The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), jumlah pemeluk agama islam di Indonesia mencapai 240,62 juta jiwa di tahun 2023. Tentu dengan populasi sebanyak itu, memunculkan perbedaan mengenai ajaran Islam yang sesuai syariat menurut pemeluknya. Hal ini, bisa dilihat dari muslimin bebas memilih mazhab yang mereka yakini yaitu Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali. Perbedaan ini akan menjadi celah masuk bagi para pelaku radikal untuk menyebarkan ideologinya.
Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) merupakan organisasi yang bertujuan membangun Negara Islam di Syria dan Iraq. Awalnya organisasi ini, hanya menyebarkan ideologi mereka kepada para muslimin untuk melawan para penjajah dengan kata lain berjihad di jalan Allah. Tetapi, seiring berjalannya waktu ideologi ini tersebar ke seluruh dunia. Indonesia pun salah satu negara yang dimasuki oleh ideologi tersebut. Indonesia menjadi sasaran bagi ISIS karena mempercayai suatu bahwa pada akhir zaman berdiri sebuah negara khilafah. Berikut beberapa sejarah mengenai masuknya ISIS ke Indonesia.
Menurut mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali, ISIS sudah memiliki jaringan di Indonesia. Jaringan tersebut bernama Jamaah Ansarul Daulat (JAD) yang merupakan gabungan dari beberapa kelompok serta gerakan revivalisme Islam yang sebelumnya telah terbentuk di Indonesia. JAD terdiri dari beberapa kelompok, seperti Jamaah Ansharul Tauhid (JAT), Jamaah Ansharul Khilafah (JAK), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dan Mujahidin Indonesia Barat (MIB), serta kelompok Al-Muhajirun yang merupakan lanjutan dari kelompok HT.
Kelompok ini membuat video di Youtube dengan judul Join the Ranks, video tersebut menampilkan Abu Muhammad Al-Indonesi yang membaca beberapa ayat untuk mengajak umat Islam Indonesia melakukan jihad ke Irak dan Syria. Abu Muhammad atau Bahrum Syah termasuk jaringan organisasi Al-Muhajirun. Kelompok atau gerakan revivalisme Islam yang menjadikan Al-Muhajirun inspirasi yang menjadi jaringan dari pro-ISIS di Indonesia.
Kelompok-kelompok tersebut antara lain Tauhid wal Jamaah (TJW) yang dipimpin Aman Abdurrahman, Forum Aktivis Syariat Islam (FAKSI) pimpinan M. Fachry, MIT yang dipimpin Santoso, MIB, serta JAT pimpinan Abu Bakar Basyir. Kelompok tersebut yang pertama kali menyatakan mendukung ISIS, terutama setelah berubah nama menjadi IS pada 29 Juni 2014.
Penyebaran ideologi ISIS dimulai dengan dukungan Abu Bakar Basyir dan Aman Abdurrahman terhadap ISIS yang selanjutnya diikuti oleh para pengikutnya. Setelah Basyir memberi dukungannya terhadap ISIS, seorang tokoh di JAT bernama Muhammad Achwan memiliki keputusannya sendiri. Ia memutuskan tidak berbaiat kepada ISIS.
Karena hal tersebut, Basyir meminta Achwan keluar dari kelompok JAT dan membentuk kelompok dakwah sendiri, hingga terbentuk Jamaah Ansharul Syariah (JAS). Meskipun begitu, Achwan tetap meyakini bahwa berdirinya khilafah adalah bagian dari kewajiban syariat. Mereka kemudian keluar dan membentuk kelompok Jamaah Ansharul Syariah (JAS). Adapun pihak lain yang membentuk Jamaah Ansharul Khilafah (JAK). Perbedaan kedua kelompok ini, terletak pada dukungan dan baiat pada ISIS. JAS menolak memberikan dukungan dan baiat kepada ISIS, maka JAK sebaliknya berbaiat mendukung ISIS.
Tentu dengan adanya kelompok-kelompok yang mendukung ISIS menjadikan lebih mudah menyebarkan ideologinya lewat jalur apapun hingga lewat jalur kekerasan. Tentu ancaman dari ISIS sudah banyak terjadi di Indonesia seperti aksi pengeboman yang dilakukan oleh ISIS seperti Bom Bali di tahun 2002, Bom Marriot dan Ritz Carlton di tahun 2009, Bom Sarinah di tahun 2016, Bom Gereja Surabaya di tahun 2018, dan Bom Katedral Makassar di tahun 2021. Tujuan dari pengeboman tersebut adalah membuat kekhawatiran kepada para masyarakat supaya mengikuti kemauan ISIS untuk dalih berjihad di jalan Allah.
Pemerintah tentu telah melakukan pengawasan terhadap pergerakan ISIS di Indonesia supaya menjaga ketentraman negara dan melindungi rakyatnya. Pemerntah juga mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 450/3806/SJ Tanggal 7 Agustus 2014 perihal Peran Akif Kepala Daerah dalam Penanganan Penyebaran Paham dan Ideologi ISIS di Indonesia. Serta di era pemerintahan Joko Widodo menolak ajakan PBB untuk memerangi ISIS secara militer. Menurut Presiden Joko Widodo ad acara lain untuk menangani ISIS yaitu lewat pendekatan non-militeristik.