Lihat ke Halaman Asli

Jafar G Bua

TERVERIFIKASI

Tiada Lagi Bumi Sagu, yang Ada Tinggal Siranindi

Diperbarui: 11 Agustus 2016   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

DALAM bahasan ilmu geografi ada istilah yang disebut dengan toponimi, yakni bahasan ilmiah yang merujuk pada nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan, dan tipologinya. Nama tempat tidak harus diartikan nama permukiman, tetapi nama unsur geografis yang ada di suatu tempat atau daerah, semisal sungai, bukit, gunung, pulau, tanjung, dan sebagainya. Unsur-unsur ini kita dikenal pula secara luas sebagai unsur topografis.

Di Kota Palu, Sulawesi Tengah sampai dengan awal 2000-an orang lazim menyebut kawasan sekitar Graha Komite Nasional Pemuda Indonesia di Tondo itu sebagai Tanah Runtuh. Itu karena struktur tanah lempung berpasir yang mudah runtuh di wilayah itu di saat musim kemarau. Ada pula Tanah Runtuh di Kota Poso. Letaknya di wilayah Kelurahan Gebangrejo. Asal-usul penamaannya pun sama. Karena berada di wilayah daerah aliran Sungai Poso sehingga saban banjir datang menyapa tanahnya tergerus dan runtuh.

Masih di Kota Palu pula, orang tua dan kita yang sudah mulai bertumbuh menjadi anak-anak hingga remaja sampai dengan akhir 1990-an atau awal 2000-an kita masih kerap menyebut wilayah sekitar Kelurahan Besusu sebagai Bumi Nyiur dan Bumi Sagu. Karena memang dulunya, sampai sekitar akhir 980-an masih banyak tegakan pohon sagu dan Nyiur tumbuh subur di belakang dan di antara permukiman.

Lalu ada Bumi Roviega di mana Kampus Universitas Tadulako berdiri megah dan gagah. Roviega adalah nama sejenis tanaman perdu berdaun lebar yang berlapis serbuk putih. Ekstrasi dari daun tanaman ini dijadikan insektisida biologi atau racun serangga oleh para mahasiswa dan pengajar di jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian perguruan tinggi negeri itu. Beruntung tanaman ini masih dengan mudah ditemui di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta hingga Kampus Untad.

Ada pula Siranindi yang kini menjadi nama kelurahan di Palu Barat. Siranindi atau si tawar dingin adalah sebutan orang Kaili pada cocor bebek. Ini masih mudah kita jumpai di rumah-rumah warga setempat meski tidak lagi tumbuh melimpah seperti dulu.

Bila melancong Donggala kita akan melewati Watusampu, kelurahan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Ulujadi, Kota Palu. Watusampu adalah penamaan orang Kaili untuk batu asah. Coba perhatikan gugusan batu-batu cadas besar di wilayah ini yang bila terbelah akan terlihat rata permukaannya seperti batu asah. Itulah pula yang menarik minat banyak industri pertambangan galian C menggerus bebatuan di wilayah ini karena batu-batu pecahnya berkualitas bagus.

Yang paling terkenal adalah Kebun Kopi yang berada di wilayah Kabupaten Donggala di jalur transportasi Palu-Parigi. Konon dulu pemerintahan Kolonial Belanda menjadikan daerah ini sebagai salah satu tempat peristirahatan mereka. Dulu, banyak tanaman kopi yang tumbuh subur di sini. Sekarang, sebagian besar sudah berganti tanaman sayuran.

Nah, cukup sampai di sini bahasan soal toponimi ini. Secangkir kopi pagi ini sudah cukup pula. Kafeinnya mampu memacu adrenalin. Semangat sudah terpacu menyongsong kerja. Selamat pagi semuanya. Sehat sejahtera. Besok kita berjumpa lagi.***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline