Tuan : Bagi sajakku yang ranum. Kamu seumpama ibu menyusui kata-kata yang masih bayi.
Puan : Jadi aku adalah alasan kamu bersajak, sejak jantung hatimu berdetak cepat, begitu aku dekat?
Tuan : Begitulah, kata-kata. Bertambah jadi frasa, klausa, dan tak lupa diksi yang aku bisa. Oh ya, hampir terlupa, rima, irama agar mengena.
Puan : Kamu bicara tentang apa? Aku, atau sajak-sajakmu?
Tuan : Tentunya adalah kata-kata yang beranak pinak jadi sajak
Puan : Jadi sajakmu, bukan aku? Jangan buat aku geer!
Tuan : Tidak juga
Puan : Lalu apa? Kamu mulai menyebalkan.
Tuan : Dekatkan telingamu. Akan aku bisikan sesuatu.
Puan : Sungguh, hidupmu penuh dengan siasat!
Tuan : Dengarkan!
Puan : Iya ini!
Tuan : Aku mencintaimu sungguh.
Puan : Tuh kan. Dasar kamu penyair sialan, Aku dua kali lipat mencintaimu, sungguh.
Cimahi, 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H