Kembali, berita dan video viral muncul di masyarakat serta menjadi perbincangan dari para warganet. Kali ini tentang salat Idul Fitri 1444 Hijriyah yang dilakukan oleh Ponpes Al-Zaytun yang berlokasi di Indramayu.
Dalam video tersebut, tampak pemandangan yang aneh dan asing bagi masyarakat muslim kita. Shafnya dibuat berjarak. Tiap orang ada kursinya masing-masing.
Tidak hanya itu, ada pula perempuan yang bercampur dengan jamaah laki-laki. Serta ada seorang laki-laki nonmuslim yang juga duduk di barisan depan. Imamnya tampak ada tiga, dan satunya pakai kursi ketika sujud. Hem, pemahaman apalagi ini?
Klarifikasi
Saya membaca berita dari Tribunnews. Ada berita tentang kunjungan rombongan pejabat Kemenag Indramayu ke ponpes tersebut. Pimpinan Mahad Al-Zaytun, Syekh Panji Gumilang, menerima langsung rombongan.
Tentang jamaah salat berjarak, ternyata ada dalilnya, lho! Pihak mahad mengambil dalil dari Al-Qur'an. Nah, bikin geleng-geleng kepala 'kan? Dalilnya diambil dari Al-Qur'an lho ini. Tepatnya dalam Surah Al-Mujadalah ayat 11. Bunyinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu."
Pihak mahad beralasan agar dalam shaf salat tidak berdesak-desakan. Selain itu, tentang perempuan yang berada di barisan depan, bercampur dengan jamaah laki-laki, itu ternyata sebagai bentuk pemuliaan terhadap perempuan. Pihak mahad justru bertanya balik, "Apa salahnya memuliakan perempuan?"
Sedangkan untuk laki-laki nonmuslim yang berada di shaf depan, duduk, itu juga sebagai bentuk terhadap penghormatan kemanusiaan. Meskipun orang tersebut tidak salat.
Pas ditanya mazhab, Syekh Panji menjawab bahwa dia mengambil mazhab Bung Karno. Lebih tepatnya Ahmad Soekarno sesuai penuturannya di video.
Ketika Dianggap Tidak Ada Larangannya
Memang sih, salat Idul Fitri itu hukumnya sunnah saja. Dikerjakan dapat pahala, ditinggalkan tidak apa-apa. Begitu 'kan menurut pemahaman yang kita terima waktu SD? Padahal, pemahaman yang lebih tepat menurut para ustadz sekarang adalah dikerjakan dapat pahala, ditinggalkan rugi! Lho, kok rugi? Jelang dos, eh, jelas dong rugi karena tidak dapat pahala.
Ibaratnya adalah seperti pedagang yang membuka toko. Kira-kira, kalau tidak buka toko, akan dapat penghasilan tidak itu? Bisa saja sih dapat, lewat pintu samping. Namun, itu pasti hanyalah sedikit. Akan jauh berbeda terasa jika buka toko secara full. Pintu dibuka selebar mungkin. Orang yang lewat akan melihat dagangan kita. Dari situ, mungkin dia langsung tertarik dan berbelanja di situ.
Salat sunnah, seperti Dhuha dan sebagainya seperti membuka toko itu. Kita mendekat ke Allah lewat salat-salat sunnah, ibadah-ibadah sunnah. Artinya, yang wajib sudah beres, sudah dikerjakan, masih ada tambahannya. Dalilnya adalah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam: