[caption caption="Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis) yang jejaknya berhasil terekam kamera jebak di Kutai Barat Kalimantan Timur kondisinya kritis pada Selasa (5/4)"][/caption]Setelah pekan lalu (23/3) turut gembira mengetahui Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis) jejaknya terekam kamera jebak (camera trap) oleh tim konservasi Tumbuhan dan Satwa Langka (TSL) di Kutai Barat Kalimantan Timur, kini saya kembali berduka.
Membuka kolom iptek lingkungan dan kesehatan Harian Kompas edisi Rabu (6/4), Badak Sumatera yang kritis pada Selasa (5/4) hanya mampu bertahan selama tiga pekan.
“Awalnya kami sudah gembira karena kondisi badak baik. Tiba-tiba kondisi drop dan tak tertolong meski dokter-dokter sudah berjuang,” ungkap Widodo Ramono, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (Yabi) dalam laporan Kompas.
Dalam rilis media Widodo pun menegaskan, penempatan Badak Sumatera di dalam suaka akan memungkinkan pengamanan dan pengawasan yang ketat bagi populasi yang ada. Bagaimanapun juga pengelolaan badak sumatera yang populasinya sangat sedikit memerlukan pendekatan pengelolaan metapopulasi.
Dari arsip foto WWF Indonesia terlihat, badak tambun coklat bercula itu tergeletak. Kantung infus dan selangnya pun terjulur ke badan badak. Mata sebelah kirinya tak menutup sempurna, dengan mulut sedikit terbuka.
Selain tim dokter hewan gabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Instutut Pertanian Bogor (IPB) beserta WWF Indonesia turut berupaya dalam mengobati luka pada badak tersebut dengan memberikan antibiotik, anti bengkak dan vitamin.
[caption caption="Badak yang tertangkap ini diketahui berjenis kelamin betina dengan usia sekitar 4 – 5 tahun © WWF-Indonesia"]
[/caption]Dalam laporan Kompas disebutkan, kematiannya diduga kuat akibat infeksi berat pada kaki sebelah kiri. Kaki badak bengkak dan terluka dengan kedalaman 1 sentimeter (hampir mencapai tulang), saat masuk lubang perangkap pada 12 Maret 2016 lalu.
Keprihatinan pun terasa menjalar. Terlebih lagi setelah mengetahui badak sumatera yang berstatus langka ini merupakan satwa yang sangat peka terhadap gangguan dan perubahan lingkungan.
Terlebih lagi saat dihadapkan dengan realitas di mana kawasan hutan lindung tempat aneka satwa dan flora menjalin hidup luasannya semakin kritis.
Meski kawasan hutan lindung yang sedang diupayakan untuk dihutankan kembali, kawasan hutan di sejumlah kawasan ini tak lepas dari dampak konsesi tambang, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit serta latennya pembalakan hutan oleh oknum yang berkepentingan.
Meski demikian, dengan adanya kematian Badak Sumatera yang statusnya sebagai satwa langka itu, KLHK terus berupaya untuk melanjutkan perlindungan Badak Sumatera, yang berlokasi di Kutai Barat, Kalimantan Timur.