Lihat ke Halaman Asli

YAKOB ARFIN

TERVERIFIKASI

GOD LOVES TO USE WHO ARE WILLING, NOT NECESSARILY THE CAPABLE

Husbandry, Belajar dan Berbagi Ilmu di Kandang Ayam Petelor

Diperbarui: 19 Januari 2016   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Joko Utomo (43) tampak sibuk memberi pakan dan memastikan pipa air minum otomastis bagi lima ratus ekor ayamnya. Menjelang sore, adalah jadwal rutin telor-telor ayam negeri ini dipanen. FOTO: YAKOB ARFIN"][/caption]Baginya, menjadi peternak ayam petelor bukan sekadar untuk menafkahi keluarga. Sulitnya memperoleh akses dan ilmu untuk mengembangkan usaha berbasis produk hasil unggas menjadi semangat yang ia selipkan sebagai ruang berbagi untuk siapapun yang ingin belajar.

Sabtu sore (2/1/2016) menjelang maghrib, saya tiba di Desa Pohgajih, Kecamatan Selorejo Kabupaten Blitar, singgah sejenak ke  kediaman Pak lik (paman) saya yang hampir dua tahun ini kembali hijrah ke kampung asalnya di Blitar.

Setelah bersua sejenak, tanpa buang waktu saya diajak Joko Utomo (43), untuk bergegas ke kandang ayam petelor yang baru dirintisnya. Sambil melipir di pinggir lahan tumpang sari kebun jagung dan sengon, ia bercerita soal kesibukan barunya sebagai peternak ayam petelor.

Bangunan kandang ayam semi permanen mulai tampak di sela-sela tanaman jagung yang kian tinggi. Aroma khas kandang ayam  perlahan menyergap. Setelah membuka pintu kandang dan mempersilakan saya menegok ke dalam, masker hijau berbungkus plastik bening ia sodorkan.

“Kalau masuk kandang kudhu pakai masker, biar nggak kena penyakit dan nggak terlalu terpapar bau kotoran ayam,” ujarnya sambil mengambil spatula untuk mengaduk pakan.

Kandang berkapasitas 1000 ekor ayam ini tak terlalu kotor seperti yang saya kira. Butir-butir telor ayam negeri berbaris rapi menunggu dipanen.

[caption caption="Satu per satu telor yang menggelinding dikumpulkan dan ditata di atas tatakan telor. FOTO: YAKOB ARFIN"]

[/caption]

Pak lik saya ini memang bukan sarjana peternakan. Hanya lulusan sekolah menengah atas yang belajar merintis usaha sejak kesehatannya pulih akibat Mycobacterium yang sempat hinggap di paru-parunya.

Sore hari memang jadwal rutinnya untuk memanen telur-telur yang dihasilkan lima ratus indukan. Mengambil dan menata perlahan di tatakan telor, sambil memastikan suhu dan pakan agar ayam-ayamnya tetap produktif.

Telor-telor yang dikumpulkan sore itu disimpannya di ruang penyimpanan, sembari menunggu pelanggannya yang seminggu sekali rutin menjemput ribuan butir telor. 

“Walau di sini banyak yang usaha ayam petelor, agak susah dapat ilmu dan belajar dari senior,” ungkapnya sambil membopong lima tumpukan tatakan telor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline