"Pokok e, maknyuss!"
Itulah slogan khas Bondan Winarno yang melekat dalam ingatan saya sebagai pemirsa penikmat tontonan bertema kuliner.
Awalnya tak sengaja memainkan telepon seluler dan berseluncur di internet untuk menghilangkan kejenuhan selama berdiri di commuter line rute Tanah Abang - Bogor. Saya pun memutuskan untuk menuntun jemari membuka blog pribadi Andreas Harsono (alumni Niemann Fellowship, Harvard) melalui perangkat ini.
Sekadar untuk melihat-lihat deretan artikel terbaru, saya justru tertahan dan membaca tulisan lama yang rupanya diunggah enam belas tahun silam, 20 Februari 1999.
Rupanya, kemahiran Bondan Winarno dalam mendeskripsikan cita rasa penganan yang menggoyang lidah, mampu menyedot perhatian saya untuk menyimak tontonan yang menyegarkan ini.
Ekspresi pengucapan "maknyus" yang menjiwai, serta diikuti ibu jari yang melingkar dengan telunjuk semakin melengkapi identitasnya sebagai pembawa program kuliner.
Namun siapa sangka, di balik popularitasnya sebagai pemandu program kuliner, Bondan juga seorang wartawan lepas yang melakukan liputan investigasi skala internasional.
Menariknya, reportase investigasi internasional yang ia gumuli menyangkut skandal emas Busang di Kalimantan tersebut, dituangkan dalam buku berjudul "Bre-X: Sebongkah Emas di Kaki Pelangi."
Dalam pengertian jurnalisme yang masih dangkal, saya terkesima membaca uraian Harsono dan laporan Pantau yang secara tidak langsung memberitahu saya bahwa Bondan tergelitik untuk turun tangan menginvenstigasi.
Berdasarkan penyisiran terhadap tulisan tersebut akhirnya diketahui, bahwa Michael de Guzman, geolog sekaligus manajer eksplorasi PT Bre-X Corp. yang dikabarkan tewas bunuh diri, ternyata menyisakan sebuah kejanggalan.
Kejanggalan inilah yang mendorong Bondan, praktisi kuliner itu, untuk menguji hipotesisnya yang menduga bahwa de Guzman masih hidup.