Ilustrasi/Kompas.com
Sebagai masyarakat yang mulai digiring dalam era serba internet, saya tak kuasa menghindar dari kebanjiran informasi. Lajunya seperti air di hulu sungai yang meluap dan sulit dibendung.
Melimpah ruahnya informasi di setiap laman internet pun memaksa saya untuk mengenakan “masker” sebagai pelindung agar tak tersulut polutan yang berbahaya bagi kesehatan saya dalam berpikir dan bertingkah laku.
Saya sengaja meminjam kalimat “Diet informasi” buat zaman internet,” sebuah kalimat yang digunakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel yang diramu dalam sebuah buku bertajuk Blur: How to Know What's True in the Age of Information Overload.
Melalui rantai obrolan ringan dengan salah satu rekan di media sosial, saya ‘diperkenalkan’ dengan tulisan Andreas Harsono. Melalui tulisan ringan tersebut, saya baru ngeh dengan istilah diet informasi tersebut.
sumber: amazon.com
Harus diakui, saya sendiri baru berniat mengincar buku tersebut untuk menambah khasanah, sehingga belum sempat mengeksplorasi lebih dalam makna diet informasi yang dimaksud Kovach dan Rosenstiel.
Namun saat sekilas membaca kalimat tersebut, ada pesan moral yang tersentak secara otomatis pada diri saya sendiri.
Ya, saya merasa perlu, dan harus diet, yaitu diet informasi.
Artinya, menurut hemat saya, sebagai masyarakat urban yang tak terhindar dari dunia internet, kita harus pandai memilah dan memilih informasi yang tersaji.