Lihat ke Halaman Asli

Pesan Tersembunyi dalam Aksi Demokrat Memboikot Media

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada hal menarik dalam pernyataan kader Partai Demokrat Jemmy Setiawan, yang menginstruksikan aksi boikot media massa. Ia menyerukan jajaran Demokrat untuk memboikot media, tapi seruannya itu melalui siaran pers yang dibagikan ke media massa. Lha, ini aksi boikot jenis apa?

Pernyataan kader Demokrat itu bukan tanpa alasan, menyusul gencarnya pemberitaan media massa dalam setahun terakhir, terkait badai korupsi yang menerpa partai berlambang mercy itu. Jemmy Setiawan beralasan, saat ini ‘ada’ media yang dianggap hanya mengadu domba internal partai dan selalu mendiskreditkan nama SBY dan Partai Demokrat melalui pemberitaan.

Menurut Wikipedia, aksi boikot adalah sebuah tindakan untuk tidak menggunakan, membeli, atau berurusan dengan seseorang atau organisasi. Dalam konteks ini, Demokrat berniat tak lagi berurusan dengan media yang bermasalah dengan mereka.

Sayangnya, Jemmy Setiawan tidak merinci media mana yang dianggap bermasalah tersebut. Konon menurut obrolan sumir di warung kopi, media tersebut adalah barisan media yang berafiliasi dengan partai, seperti TV One, ANTV dan VivaNews.com yang dianggap milik Partai Golkar. Atau Metro TV yang kini berkoalisi dengan Grup MNC (RCTI, Global TV, MNC TV, Sindo Radio dan Okezone.com) telah ‘mendirikan’ Partai Nasdem. Sekali lagi, ini patut disayangkan, karena Jemmy Setiawan tidak merinci media yang dimaksud, sehingga dianggap para jurnalis sebagai titik awal genderang perang.

Menurut saya, Jemmy Setiawan dan petinggi Partai Demokrat sebaiknya menggunakan jalur hukum yang sudah ada. Misalnya, menyatakan somasi terhadap media yang mendeskriditkan Demokrat melalui Dewan Pers. Ini adalah cara yang lebih elegan, daripada menebar rasa kebencian terhadap media massa.

Meskipun demikian, jika Demokrat melaporkan media-media bermasalah ke Dewan Pers, bukan berarti tak ada resiko politik. Publik di Tanah Air sudah tahu, bahwa kemenangan Demokrat dan Pak Beye di Pemilu 2004 dan 2009, merupakan berkat dukungan media massa dalam metode teknik pencitraan media. Media sangat berperan mengubah cara pikir masyarakat yang terkungkung dengan partai lama berwarna hijau, kuning dan merah. Partai baru berwarna biru yang awal berdirinya dicemooh oleh kompetitor, justru diterima di hati masyarakat.

Bagi saya, untuk menyelamatkan partai di tengah badai korupsi, jajaran Partai Demokrat seharusnya tidak mengambil sikap frontal yang merugikan. Justru, Demokrat harus terbuka kepada pers terhadap persoalan yang saat ini dihadapi. Dengan bersikap jujur di hadapan publik dan memiliki niat untuk memperbaiki internal partai, maka hal ini menjadi potensi bagus secara politis. Dan, diawali dengan permintaan maaf telah menyatakan boikot media.

Salam Kompasiana!

Jackson Kumaat on :

KompasianaWebsiteFacebookTwitterBlogPosterousCompanyPolitics |




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline