Lihat ke Halaman Asli

Mereka-reka Hukuman yang Pas untuk Neng Apri

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecelakaan yang terjadi di sekitar Tugu Tani 22 Januari 2012 lalu, menarik dicermati publik, karena pelaku mengonsumsi narkoba dan jumlah korban yang banyak. Perlukah hukuman berat untuk pelaku?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya ingin menjernihkan sejumlah pemberitaan yang muncul seputar Tragedi Tugu Tani (T3) di media massa.

Pertama, alat dan barang bukti pelaku yakni mobil Daihatsu Xenia terlalu dibesar-besarkan. Padahal, kegagalan fungsi kendaraan seperti rem blon maupun kelalaian pengendara harus dibuktikan melalui tim yang ahli di pengadilan. Kasihan merk dagang mobil Xenia menjadi korban penghakiman melalui sebutan ‘Xenia Maut’. Ada baiknya, media massa menyebut alat/barang bukti dengan sebutan ‘mobil’ saja, meski mobil tersebut bukan milik atas nama pelaku.

Kedua, para pejalan kaki yang menjadi korban di kawasan Tugu Tania atau di depan kantor Kementerian Perdagangan bukan berarti selalu benar tapi bukan berarti patut disalahkan. Seringkali saya melintas di kawasan Tugu Tani, sekelompok orang menyeberang jalan dari arah Monas menuju Jalan Menteng Raya, tidak pada tempatnya atau zebra cross. Bisa jadi pelaku sebelumnya menghindari pejalan kaki yang secara tiba-tiba menyeberang jalan, kemudian akhirnya menerobos sekelompok pejalan kaki di trotoar. Untuk itu, benar-tidaknya hal ini perlu dibuktikan melalui hasil tayangan kamera CCTV yang terdapat di Tugu Tani dan gedung-gedung sekitarnya.

Ketiga, pelaku Afriyani Susanti dan tiga penumpangnya semuanya mengonsumsi narkoba. Inilah titik poin kemarahan publik dalam merespon peristiwa T3. Sama seperti minuman beralkohol, narkoba adalah barang mahal dan diharamkan banyak kalangan. Pengendara yang mengonsumsi narkoba dan alcohol tentu mengalami gangguan konsentrasi dalam berkendara. Dalam konteks hukum, pelaku dapat dihukum berat karena lalai di jalan dan menghilangkan nyawa orang lain. Tapi hukumannya bisa ‘diperingan’ jika yang bersangkutan terbukti ‘hanya sebagai korban’ bisnis narkoba.

Khusus di poin nomor tiga itu, kita bisa mengintip kira-kira jenis hukuman apa yang bakal diterapkan di pengadilan. Dalam banyak kasus narkoba, biasanya hukuman menjadi ringan, jika pelaku yang tertangkap tangan adalah sebagai ‘korban’ dan bukan sebagai ‘pengedar’ atau ‘pemilik’. Sayangnya, hukum di negeri ini belum tegas untuk ketiga jenis pelaku di bisnis narkoba tersebut, sehingga semakin banyak orang di sekitar kita yang terjerat.

Saya setuju jika kasus ini menjadi langkah awal aparat penegak hukum dalam memberantas peredaran narkoba, khususnya di tempat-tempat hiburan malam. Aparat tidak salah jika mampir ke diskotik, tapi dalam konteks memberantas narkoba dan bukan mencari upeti. Nah, untuk menempatkan aparat di tempat-tempat hiburan malam, maka harus dimulai dari internal aparat itu sendiri. Tak ada gunanya membersihkan tempat hiburan malam dari narkoba, jika ‘bermain kotor’ di kawasan tersebut.

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline