Akhir pekan lalu menjelang Perayaan Malam Natal 2011, saya mampir ke Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta, untuk mengantar anak konsultasi ke dr Bukit. Di tangga menuju ruang dokter, saya menjumpai sebuah pohon natal atau pohon terang yang lengkap dengan ornamennya.
Secara sekilas, pohon natal tersebut hanyalah pohon natal biasa yang biasa dipasang umat Kristiani. Tapi saya iseng lebih dekat untuk mengamatinya lebih seksama. Ternyata, ‘daun-daun’ pohon natal itu terbuat dari sisa-sisa kwitansi pembayaran pasien yang sudah tak berguna lagi.
Dari sekian banyak pohon natal mewah yang terpasang di gereja atau sejumlah mal di Jakarta, bagi saya, pohon natal ini terbilang unik. Selain biaya pembuatannya yang murah, pohon natal yang terbuat dari sisa-sisa kwitansi ini merupakan hasil karya kreatif yang patut ditiru.
Harus diakui, pohon natal yang dijual dipasaran harganya cukup mahal. Untuk ukuran kecil, harganya mencapai Rp 200 ribu. Itupun belum termasuk ornament, lampu natal dan hiasan lainnya yang menggantung di daun hingga ujung atas pohon.
Sedangkan pohon natal ‘hidup’ seperti pohon cemara pun, kini harganya juga cukup mahal. Untuk ukuran sedang yang tingginya sekitar 1,5 hingga 3 meter, harganya bisa mencapai Rp 500 ribu hingga jutaan rupiah. Inipun belum termasuk ornament dan ongkos kirim. Usai semarak Natal, biasanya pohon cemara ini ditanam di rumah, kantor atau gereja. Dan ini membutuhkan ongkos tenaga.
Kenapa RS PGI Cikini ‘menciptakan’ pohon natal daur ulang?
Rupanya, ini adalah salah satu bentuk kepedulian staf dan karyawan di sana. Selain membuat pohon natal daur ulang, mereka juga membuat hiasan kandang domba berukuran kecil, lengkap dengan tokoh-tokoh Natal, seperti Yesus, Yusuf, Maria dan tiga orang Majus. Hiasan ini adalah juara kelompok di RS PGI Cikini yang sengaja diperlombakan di awal bulan Desember 2011.
Khusus untuk pohon natal yang terpasang, para karyawan menampilkan ratusan lembar kwitansi pembayaran pasien yang sudah tak terpakai. Menurut seorang staf bagian tata usaha di sana, lembaran-lembaran kwitansi ini jumlahnya cukup banyak dan selalu terbuang percuma. RS ini memang sudah menggunakan system komputerisasi dalam pembayaran, tapi sebagian masih menggunakan cara manual.
Menurut saya, kepedulian warga RS PGI Cikini terhadap prinsip hemat dan memanfaatkan sumber daya yang ada, patutlah diacungi jempol. Mereka sadar betul, bahwa ornament-ornamen Natal hanyalah bersifat sementara. Sedangkan hal yang terutama dalam setiap perayaan Natal adalah hati yang bersih.
Saya percaya, Natal ini membawa pesan damai bagi sesama manusia. Pesan damai dalam tulisan ini adalah marilah kita menghargai alam dan segala isinya. Sebisa mungkin, kita memanfaatkan ciptaan Tuhan semaksimal mungkin, sebelum membuangnya ke tempat sampah.
Salam Kompasiana!
Jackson Kumaat on :
| Kompasiana | Website | Facebook | Twitter | Blog | Posterous | Company | Politics |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H