Lihat ke Halaman Asli

Membidik Potensi Bisnis Rusia dan Indonesia (Bagian Kedua)

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Say cheese: The monkeys were intrigued by their reflection in the camera lens

[caption id="" align="aligncenter" width="626" caption="Duta Besar RI untuk Rusia Hamid Awaludin berbicara di hadapan delegasi empat provinsi dan pengusaha Rusia (Foto: Kedubes RI di Rusia)"][/caption]

Ada sejumlah hal baru yang belum pernah saya ketahui di Tanah Air, ketika saya bersiap berangkat di Shanghai China. Izinkan saya ingin berbagi informasi kepada rekan-rekan Kompasianer, selama saya turut mengikuti rombongan delegasi Indonesia di Moskow Rusia.

Di tulisan sebelumnya, saya telah menceritakan laporan pandangan mata selama menghadiri forum bisnis yang digagas Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan. Pada kesempatan itu, tim delegasi Indonesia mempresentasikan potensi daerahnya masing-masing, yakni Sulawesi Utara (Sulut), Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pemimpin dari daerah tersebut akan memaparkan potensi daerahnya kepada kalangan dunia usaha Rusia.

Di tulisan ini, saya mengulas interaksi kami dengan pengusaha Rusia, saat mendampingi Gubernur Sulut SH Sarundajang memaparkan potensi daerahnya. Dubes RI untuk Rusia Hamid Awaludin memang memberikan kelonggaran kepada perwakilan daerah, untuk mengadakan pertemuan bilateral secara informal (one on one meeting).

Ternyata lumayan banyak pengusaha Rusia yang tertarik atas potensi Sulut. Sedikitnya sepuluh pengusaha duduk bersama rombongan Sulut, untuk mendengarkan lebih detail tentang proses perijinan dan prospek menanamkan investasi di Indonesia, khususnya Sulut.

Umumnya, para pengusaha Rusia ini tertarik untuk membeli komoditi andalan Sulut, yakni kelapa yang sudah diolah menjadi minyak kelapa dan tepung kelapa. Tampaknya, Pemerintah Rusia sedang mengincar hasil tambang, yang saat ini masih tersimpan cukup banyak di Tanah Minahasa.

Kami juga sempat diperkenalkan teknologi pertambangan emas yang tidak mengeluarkan limbah yang dimiliki Rusia. Menurut saya, teknologi seperti ini perlu dimanfaatkan di daerah-daerah di Indonesia, agar lokasi penambangan tidak berdampak pada lingkungan sekitar dan masyarakat.

Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Sulut sedang melaksanakan mega proyek infrastruktur, seperti jalan tol Manado-Bitung, perluasan Bandara Sam Ratulangi dan pembangunan hub port Bitung. Pembangunan sarana infrastruktur ini layak dipercepat, karena posisi geografis Sulut yang strategis, menghadap Pasifik dan masuk dalam dua jalur alur laut kepulauan internasional (ALKI).

[caption id="" align="alignright" width="333" caption="Saya Mengamati dari Belakang: Dubes RI untuk Rusia berbicara di forum pengusaha Rusia. (Foto:dok.pribadi)"][/caption]

Sayangnya, banyak anak muda di Tanag Air yang kurang atau belum mengetahui tentang studi di Rusia. Padahal, saat ini negeri Beruang Merah itu sedang gencar-gencarnya meningkatkan teknologi dan membuka kesempatan studi atau beasiswa. Saat ini banyak beasiswa yang ditawarkan pemerintah yang dipimpin Vladimir Putin itu untuk Indonesia. Bagi yang berminat, silakan menghubungi Pusat Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Rusia, Jalan Diponegoro 12, Menteng, Jakarta Pusat.

Mahasiswa Indonesia sendiri di Rusia saat ini hanya berjumlah 120 orang, kalah jauh dibanding Malaysia (3.500) dan Vietnam (6.000). Sehingga jika peluang beasiswa ini tidak segera ditangkap, Indonesia akan makin tertinggal dengan Malaysia dan bahkan Vietnam.

Selain sektor maritim, pertambangan, komoditas pertanian dan keunggulan kompetitif lainnya, ada hal menarik saat kami membahas prospek pariwisata di Sulut. Arus wisatawan Rusia ke Indonesia menunjukkan tren peningkatan yang signifikan, walaupun jumlahnya masih kecil. Pada tahun 2010, jumlah wisatawan Rusia yang berkunjung ke Indonesia mencapai 79.100 orang. Angka itu naik 8,61 persen dibandingkan tahun 2009 sebanyak 72.829 orang. Sebagian besar wisatawan Rusia adalah kelompok ecotourism.

Pengusaha Rusia bukan lagi menanyakan soal perkembangan wisata di Taman Nasional Bunaken, yang terkenal keindahan alam bawah laut tersebut.

Seorang pengusaha Rusia di sektor pariwisata menanyakan keberadaan tarsius dan monyet hitam, salah satu satwa langka yang masih hidup di Sulut. Tarsius adalah kera mamalia terkecil di dunia, karena tubuhnya berukuran segenggam tangan orang dewasa. Sedangkan monyet hitam (Macaca Nigra/bahasa Latin) adalah mamalia yang pernah diabadikan oleh fotografer David Slater. Pada 5 Juli 2011, fotonya sempat membuat heboh publik Eropa, karena dimuat The Sun, Daily Mail, Metro, The Telegraph dan The West Australian. Baca tulisan saya: Senyum Narsis Monyet Hitam

Uniknya, monyet itu dijepret dalam keadaan tersenyum. Mungkin senyum monyet hitam inilah, yang membuat pengusaha sektor pariwisata Rusia ingin menjadikan Sulut sebagai tujuan wisata. Tentu, kita berharap agar satwa langka tetap dilindungi dan lestari. Bagi rekan-rekan Kompasiana yang ingin melihat senyum monyet tersebut, saya tampilkan sekali lagi di bawah ini. Anda sama sekali tidak dilarang untuk tersenyum saat memandang monyet hitam dari Sulut ini ;)

Salam Kompasiana!

[caption id="" align="aligncenter" width="634" caption="Senyum narsis monyet hitam Sulawesi Utara (Foto: David Slater)"][/caption]

Jackson Kumaat on : Kompasiana | Facebook | Twitter | Blog | Posterous | Company | Politics

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline