Lihat ke Halaman Asli

Kaum Pemuda Membuat Indonesia Tanpa Voting di Tahun 1908 dan 1928

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="577" caption="Pengurus DPP KNPI periode 2011-2014, dilantik 7 Desember 2011 di Balai Kartini Jakarta. Pengurus baru ini sedang berupaya menyatukan dualisme kepemimpinan di level daerah. (Foto: dok.pribadi)"][/caption]

PERCAYA atau tidak, generasi muda pernah mencetak sejarah demokrasi yang sehat, yakni memutuskan kebijakan melalui musyawarah dan mufakat. Meski pemungutan suara terbanyak (vote) atau lebih dikenal voting kini menjadi trend di era demokrasi modern, namun kebijakan secara musyawarah terbukti efektif dalam setiap gerakan perubahan.

Di tahun 2008, tokoh Boedi Oetomo merupakan penggagas perjuangan yang memiliki struktur organisasian modern. Tepatnya pada 20 Mei 1908, sejumlah pemuda, pelajar dan mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA ini, berdiskusi untuk mengkritisi persoalan bangsa. Mereka belum bicara tentang negara, karena kala itu belum ada niat memproklamasikan kemerdekaan.

Dalam sejarah gerakan yang dimotori kaum pemuda di era ini, bukan berarti tak ada konflik kepentingan. Para mahasiswa Indonesia yang kuliah di Belanda misalnya, kembali pulang ke Tanah Air dengan membawa sejumlah agenda masa depan Indonesia. Di samping organisasi Indische Vereeninging dan Indische Partij, kaum pemuda sempat terjebak pengkotak-kotakan setelah munculkan Sarekat Islam, Muhammadiyah dan Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme. Meski sering berseberangan pandangan, kaum pemuda tak pernah menggunakan voting dalam memutuskan pendapat. Mereka lebih memilih musyawarah dan mufakat. Dan, jika ada yang tak setuju, maka mereka akan diam, tapi tetap menyetujui keputusan mayoritas.

Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (yang akhirnya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke Tanah Air. Tampaknya, generasi ini lebih pro-aktif mengembangkan diskusi tentang wacana kebangsaan. Di antaranya, Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Selain itu, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Sukarno pada tanggal 11 Juli 1925.

Menjelang 1928, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) mengakomodir kekuatan-kekuatan diskusi dari wadah mahasiswa berlatar agama, seperti Katolik, Kristen dan mahasiswa Muslim. Inilah titik awal sebuah era demokrasi murni yang tampil dalam sejarah Indonesia, yakni mengedepankan musyawarah dan mufakat.

Saya sependapat, bahwa kalangan pemuda adalah kelompok usia yang memiliki nilai serta posisi yang strategis dalam masyarakat. Sejarah perjalanan Bangsa Indonesia selalu menyertai pemuda yang baik diminta maupun secara sukarela aktif di dalamnya. Bahkan lebih daripada itu, sering kali berbagai moment penting bagi Bangsa Indonesia lahir dari ide, semangat dan kepemimpinan para pemuda.

Kaum Pemuda Angkatan'28 yang mencetus Sumpah Pemuda, ternyata berumur antara 15-23 tahun, sedangkan Pemuda Angkatan'45 rata-rata berusia 25-30 tahun. Sebenarnya, mereka masih belia dalam memimpin masyarakat. Tapi dengan keberanian dan adanya keinginan yang sama, maka gerakan ini menjadi kekuatan besar dalam proses membentuk Negara.

Dengan kondisi tersebut, saya ingin mengaitkan dengan organisasi kepemudaan saat ini, yakni Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Sejak beberapa tahun terakhir, KNPI didera oleh konflik berkepanjangan dan nyaris tak terselesaikan. Berbagai cara dilakukan untuk mengatasinya melalui pengambilan suara terbanyak atau voting. Tapi, hasilnya justru membuat kelompok pemuda terpecah dan saling bermusuhan.

Kini, KNPI di tingkat nasional, sudah bersatu. Ada banyak agenda jangka panjang KNPI, yang sangat dinantikan masyarakat, khususnya dalam kegiatan kepemudaan. Ada banyak masalah Negara yang terkait pemuda yang juga harus diselesaikan, seperti pengangguran, pendidikan dan kemiskinan.

Mudah-mudahan dengan pengurus KNPI yang baru terpilih, dapat menjawab persoalan di masyarakat. Persoalan-persoalan itu harus dicarikan solusinya segera. Dan jika tak menemui titik temu, maka sebuah gerakan moral (moral force), perlu digelar. Gerakan bola salju ini terbukti efektif dengan dukungan kaum pemuda, tanpa harus voting dan lobi politik yang tak penting.

Salam Kompasiana!

[caption id="" align="aligncenter" width="585" caption="Saya bersama pengurus DPP KNPI yang baru dilantik, 7 Desember 2011 di Balai Kartini Jakarta (Foto: dok.pribadi)"][/caption]

Jackson Kumaat on :

KompasianaFacebookTwitterBlogPosterousCompanyPolitics |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline