Lihat ke Halaman Asli

Setelah Soputan, Kini Lokon Bergolak

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignnone" width="1024" caption="Gunung Lokon (FOTO: TRIBUN MANADO/WARSTEF ABISADA)"][/caption]

Gunung Soputan di Sulawesi Utara meletus pada Minggu pagi (3/7/2011) meletus. Tak jauh dari Suputan, Gunung Lokon tadi siang mengeluarkan asap yang mulai membumbung.

Apa yang harus dilakukan warga sekitar, khususnya yang dekat dengan lokasi bencana?

Memang, tak ada siapa pun yang dapat menduga gunung meletus. Meski demikian, kita patut mendukung setiap upaya para pakar yang tetap konsisten melakukan penelitian sekaligus menyampaikan early warning. Tindakan ini perlu dilakukan untuk mencegah munculnya korban, atau minimal bisa mengurangi dampak yang buruk bagi warga.

Hari Minggu lalu (3/7), ketika banyak warga Kristen di kota Tomohon memulai ibadah pagi di gereja, sejumlah jemaat dikejutkan oleh asap yang keluar dari puncak Soputan. Gunung yang sempat tertidur sejak 2008 ini, meletus pada pukul 06.03 pagi.

Sama halnya dengan Gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah, aparat menentukan batas aman untuk warga, yakni 5-7 Kilometer. Batas ini akan diperluas hingga 15 kilometerm jika terjadi letusan dashyat atau dalam status Awas. Beruntung, dalam radius -5-7 kilometer tersebut belum ada permukiman warga, selain hutan.

Tak ada tips yang benar-benar aman dalam kondisi gunung meletus. Gunung meletus yang biasa terjadi di Indonesia, juga tak selalu diawali dengan letusan awal berupa erupsi ataupun awan panas (wedhus gembel).

Hal tepenting dalam menghadapi ancaman gunung meletus, adalah memantau otoritas BMKG yang dikendalikan pemerintah setempat. Jika otoritas tersebut menyarankan warga untuk mengungsi, ya sebaiknya mengungsi. Cara ini adalah yang terbaik guna melindungi orang tua dan anak-anak, yang fisiknya lebih lemah dari orang dewasa.

Mereka sebaiknya diungsikan ke daerah yang lebih aman, misalnya wilayah yang memiliki sarana penunjang air bersih dan listrik. Di lokasi tersebut yang aman pun, perlu ekstra waspada, yakni jarak radius aman dari titik muntahan lava.

Sedangkan dalam kondisi ancaman di depan mata, seluruh warga harus diberikan masker penuntup hidung. Abu vulkanik ini sangat berbahaya bagi kesehatan, sehingga hanya orang yang memiliki perlengkapan lengkap yang boleh berada di sekitar lokasi rawan bencana.

Mudah-mudahan kepekaan kita terhadap bencana tetap menjadi acuan dalam bertindak. Ingatlah, keselamatan jiwa lebih penting dari segalanya. Karena penyesalan akan datang jika kita lengah terhadap bencana alam.

Salam Kompasiana!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline