Lihat ke Halaman Asli

Gus Sholah Bergerak!

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TANGGAL 11 Januari 2011 tampaknya merupakan angka cantik. Jika diurut menjadi sebuah numerik, maka akan menjadi 11111. Angka ini pun hari ini dimanfaatkan banyak pasangan manusia untuk melangsungkan pernikahan ataupun proses persalinan sesar.

Mungkin momentum ini dimanfaatkan juga oleh tokoh Islam dari Nahdlatul Ulama (NU) KH Salahuddin Wahid atau yang biasa disapa Gus Sholah. Gus Sholah dan sejumlah tokoh lainnya mendeklarasikan Gerakan Integritas Nasional (GIN). Acaranya pun digelar siang bolong sekitar jam 1 siang, di saat langit Jakarta terik tersengat mentari.

Tampil di podium adalah pendiri GIN, di antaranya Ahmad Syafii Maarif, Pdt Natan Setiabudi, Putut Prabantoro, Kasturi Sukiadi, Parni Hadi, Wisjnubroto, Theresia Kristianty, Sudrajad, Teguh Santosa dan Gus Sholah sendiri. Pemimpin redaksi harian Kompas, Rikard Bangun, turut menyampaikan buah pikirannya untuk gerakan ini.

Kenapa Gus Sholah mendeklarasikan GIN?

Tampaknya, hati Gus tergerak karena negeri ini menghadapi persoalan bangsa khususnya di kalangan pejabat publik. Persoalan tersebut tak lain adalah masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang hingga kini masih menjadi konsumsi berita di media massa.

Gus Sholah pun berdalih, bahwa untuk mengatasi persoalan itu diperlukan sebuah lembaga yang secara khusus memperhatikan integritas nasional.

Saya sepakat negeri ini membutuhkan integritas yang kuat. Negara demokrasi memang harus memiliki integritas tinggi, sehingga pelaku kejahatan publik harus menjadi musuh bersama.

Dengan adanya edukasi politik yang dijalankan secara baik, maka publik akan memahami hitam dan putih setiap persoalan bangsa. Seorang Gayus Tambunan yang kini disidik polisi atas dugaan kasus suap, seharusnya dijadikan titik awal pemberantasan korupsi di lingkungan jajaran kantor Kementerian Keuangan RI.

Seorang Gayus tidak boleh menjadi figus pahlawan karena media sudah memposisikan sebagai figur yang teraniaya. Gayus adalah Gayus. Gayus bukan malaikat yang menyamar menjadi srigala di kawanan srigala. Maka sudah sepatutnya seluruh lapisan masyarakat Indonesia memposisikan Gayus di wilayah hitam.

Sedangkan para pendekar (baca: kawanan domba) di wilayah putih, harus didukung. Jika memang aparat penegak hukum terbukti sebagai srigala berbulu domba, ya segera sikat jangan ragu-ragu!

Negara hukum ini harus diperbaiki. Tidak boleh ada unsur abu-abu yang akhirnya dianggap 'wajar'. Para pemimpin negeri ini harus memberikan edukasi kepada publik, bahwa koruptor adalah musuh bersama.

Mungkinkah GIN yang dimotori Gus Sholah mampu menjawab tantangan ini? Saya cuma bisa berharap demikian. Yang jelas, setiap gerakan moral (moral force) yang dilakukan secara tulus, tentunya happy ending-nya oke punya. Selamat ya,Gus!

Salam Kompasiana!

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Berdiskusi bersama Gus Sholah, usai Seminar Nasional dalam rangka memperingati satu tahun wafatnya KH Abdurrahman Wahid di Hotel Borobudur Jakarta, 10 Januari 2011"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline