[caption id="" align="alignnone" width="569" caption="Pengundian No Urut Calon Walikota-Wakil Walikota Manado"][/caption]
Hari ini 21 Oktober 2010, kembali digelar pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) di Manado Sulawesi Utara (Sulut). Pilkada ulang ini terpaksa digelar, karena adanya dugaan kecurangan pada Pilkada yang digelar serentak se-Sulut, pada 3 Agustus 2010 lalu.
Menurut Quick Count Hasil Pemungutan Suara Ulang versi Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Pasangan calon walikota dan wakil walikota Manado Nomor Urut Delapan Vicky Lementut- Harley Mangindaan, unggul dengan 49.50 persen. Ada 9 pasangan yang bertarung dalam Pilkada ini, dan kubu saya diprediksi kalah, jika penghitungan suara secara manual nantinya diumumkan KPU-D Manado.
Sebelumnya, saya dan pasangan saya H. Helmy Bachdar serta 8 pasangan kandidat dinyatakan ‘kalah’, dan kompetitor saya pasangan Vecky Lumentut-Harley Mangindaan dinyatakan ‘menang’ oleh KPU-D Sulut. Tapi Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pilkada Manado yang digelar KPU Sulawesi Utara, tidak sah dan harus diulang. Alasannya, MK menilai adanya mobilisasi pegawai negeri sipil (PNS) di Manado, yang terstruktur masif dan sistematis, sejak awal hingga pemungutan suara.
Menurut Ketua MK Mahfud MD, proses Pilkada Kota Manado, yang terdiri dari sembilan kecamatan yaitu Kecamatan Wenang, Kecamatan Mapanget, Kecamatan Wanea, Kecamatan Tikala, Kecamatan Bunaken, Kecamatan Sario, Kecamatan Malalayang, Kecamatan Tuminting, dan di Kecamatan Singkil, telah terjadi pelanggaran-pelanggaran yang serius, sehingga diperlukan pemungutan suara ulang.
Lantas, haruskah saya menyesali lagi kekalahan ini?
Bagi saya, berkurangnya animo masyarakat dalam PSU dibandingkan saat Pilkada 3 Agustus yang lalu, bukan merupakan kambing hitam yang harus dijadikan alasan.
Setidaknya, pengumuman quick count ini bisa menjadi cambuk untuk perjuangan di ajang kompetisi politik lainnya. Tak perlu saya hitung-menghitung biaya kekalahan yang saya alami. Karena itu semua bisa menjadi batu sandungan dalam karir dan bisnis yang saya geluti. Saya tak ingin memiliki musuh politik, karena hal itu dapat menyebabkan kontra-produktif masa depan setiap politisi.
Saat ini, mungkin tindakan yang saya lakukan, yakni harus mengevaluasi kinerja tim kampanye dan wajib memenuhi hak-hak anggota tim. Bukan materi yang menjadi persoalan, tetapi hubungan baik dengan teman-teman seperjuangan, adalah modal utama dalam menggeluti kegiatan apapun pasca-Pilkada.
Jika KPU-D Manado resmi mengumumkan penghitungan suara secara manual, itulah saatnya saya mengungkapkan ‘ucapan selamat’ kepada pasangan yang memenangkan Pilkada Manado. Tak perlu berkecil hati, marah ataupun iri dan dengki. Setiap kekalahan harus diterima dengan lapang dada. Saya jadi teringat pasukan Romawi di masa Kekaisaran Roma, yang pernah kalah berperang saat menaklukkan kelompok barbar.
Kekalahan bukan menjadi neraka bagi siapapun! Saya percaya, tim yang kalah bertempur akan disambut oleh para pendukungnya, seperti layaknya pahlawan. Tapi bagi saya, para pendukung inilah yang harus saya sambut sebagai pahlawan perubahan. Meski saya hadir sebagai pihak yang ‘kalah bertempur’. Kalah itu belum tentu kalah. Karena kekalahan ini adalah kemenangan yang tertunda.
Salam Kompasiana !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H