Lihat ke Halaman Asli

Tuhan Mu Bukan Tuhan Kami

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ujung pantai yang penuh wisatawan,

Terik matahari tak membuat jera, Panas mentari tak membuat kapok, Menjajakan dirinya, Melacurkan harga dirinya, Tidak ada malu lagi, Tidak ada tabu lagi, Tidak ada pernik lagi, Tidak ada kelik lagi, Tanpa dapat membaca, Tanpa dapat menulis, Berjuang mencari sesuap, Berjuang mencari makna, Makna hidup bak kupu-kupu, Makna bak bunga kamboja, Makna bak janur janur, Makna bak julang julang, Tidak ada yang perduli, Tidak ada yang hirau, Tidak ada yang tolong, Tidak ada yang memeluk, Om Bupati, Tante Bupati, Om Gubernur, Tante Gubernur, Om guru, Tante guru, Om presiden, Tante presiden, Angkatlah kami, Ulurkan tangan mulus mu, Dengarlah rintihan kami, Dengarlah sesak sial hidup kami, " Nak....Tuhan mu bukan Tuhan Kami." "Allah mu bukan Allah Kami." "Nikmatilah sial hidup mu." "Serukanlah ratapan mu kepada Tuhan mu." "Hahaha, Kami disini di berkati Tuhan kami." "Hihihi, Kami disini di ridhoi Allah Kami." "Sialmu adalah sialmu." "Kami para priyayi, Tuhan kami adalah Tuhan priyayi." Kami bersujud, Ya....Allah Ya...Gusti Dalem Ya...Tuhan Bawalah kami .....ke sana... Rangkul kami....dalam pelukan Mu. Usaplah airmata darah kami, Kecuplah bibir kering kami...... "Por Que....Are you Tuli?" "Por Que....Are you Buta?" Kami Katakan sudah .... "Tuhan mu bukan Tuhan Kami" "Darah mu bukan darah kami." "Berkat mu bukan berkat kami." "Kamu anak sial dan haram......hahahaha."

Sambungan dari kisah "Perjalanan Tukang Becak Mencari Adinda." Jack Soetopo




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline