Di Aceh tradisi memakai inai (henna) atau boh gaca salah satu tradisi yang sakral dan dianggap penting dalam adat perkawinan, khususnya bagi calon pengantin wanita. Saking sakralnya tradisi boh gaca ini, sebelum memakai henna calon pengantin harus di tepung tawar (peusijuk) dan dido'akan terlebih dahulu, baru kemudian calon pengantin dipakaikan henna. Bahkan bagi masyarakat Aceh khususnya wilayah pesisir barat-selatan, linto baro atau mempelai pria juga turut mengikuti prosesi ini.
Budaya pemakaian inai ini bukanlah suatu hal yang baru, bahkan budaya ini sudah memiliki sejarah ribuan tahun, sebagian orang tua di Aceh percaya yang pertama kali memakai inai adalah Siti Sarah istri dari Nabi Ibrahim As.
Tradisi pernikahan ini dipercaya merupakan bagian dari sunnah Rasul. Berdasarkan sumber klasik Islam, Nabi Muhammad saw. menyarankan penggunaan inai. Dalam Islam sendiri memakai inai bagi wanita mempunyai beberapa hadits yang berisi anjuran sebagaimana dalam Hadits Rasulullah Saw "Jika kamu seorang wanita, seharusnya kamu ubah kukumu dengan hena." (HR. Nasai dan Abu Daud).
Prosesi boh gaca biasanya diawali dengan peusijuk gaca. Calon mempelai sebelum dipakaikan inai terlebih dahulu di tepung tawari oleh pihak keluarga sebagai bentuk doa dan simbol mengharapkan keberkahan. Dalam tradisi peusijuk gaca ini, bu leukat ataupun nasi ketan untuk peusijuk diantar oleh saudara perempuan dari ayah atau ibu calon pengantin perempuan.
Selanjutnya, calon dara baro di peusijuk oleh orang yang dituakan dalam keluarganya, dan disusul dengan pemakaian inai. Inai dipakaikan di kedua tangan calon dara baro, persisnya dari ujung jari sampai lengan tangan. serta kedua kaki hingga menutupi telapak kaki pengantin.
Boh gaca selain dilakukan oleh pengantin, juga dilakukan oleh perempuan-perempuan yang masih gadis yang memiliki hubungan kekerabatan, serta juga pihak tetangga.
Tradisi boh gaca sekaligus menjadi momen meminta dan memberi doa restu agar kelak pernikahan dara baro berlangsung lancar. Malam acara ini juga menjadi pengikat tali silaturahmi diantara anggota keluarga. Sanak saudara berkumpul, khususnya kaum hawa. Keakraban keluarga sangat terasa pada upacara adat ini.
Orang yang dituakan di dalam keluarga yang hadir di malam boh gaca juga memberikan nasihat tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga kepada dara baro. Mereka yang telah lebih dulu membina keluarga memberikan sepatah-dua patah kata nasihat dan pengalamannya sebagai bekal untuk mempelai menjalani bahtera rumah tangga.
Tradisi memakai inai pada adat perkawinan juga dilakukan di beberapa tradisi pernikahan India, Arab, Mesir, Indonesia dan beberapa negara lainnya. Di Arab malah budaya mamakai inai ini juga dipakai ketika akan menyambut lebaran hari raya.
Di Indonesia bukan cuma Aceh yang memiliki akar budaya pakai inai dalam perkawinan, dibeberapa daerah lain juga memiliki adat serupa, katakanlah Tradisi bainai dari Minangkabau Sumatera Barat, Mapacci dari Bugis Sulewesi Selatan, pasang pacar dari Lampung, berpacar dari Palembang, berinai dari Riau, malem pacar dari adat Betawi dan banyak lagi wilayah lain di Indonesia yang memiliki tradisi mamakai inai dengan bahasa lokal mereka sendiri. Tentunya semua tidak terlepas dari pengaruh India dan Islam yang sangat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat Nusantara.