Lihat ke Halaman Asli

Jabal Rachmat

Hanya sesekali menulis

Menggugat : Urgensi Kitab kuning

Diperbarui: 24 Juli 2016   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buat apa merepotkan diri dengan huruf Arab Tanpa baris? Kamu jangan-jangan adalah orang ektremis yang terlalu kearab-araban.

Kan sudah Ada terjemahan, buat apa kitab kuning ?

Demikian beberapa kalimat yang terlontar dari beberapa orang sinis saat saya memutuskan hendak belajar kitab kuning dahulu. Konon katanya mereka khawatir dengan kemampuan bahasa dan hitungan saya bakal memudar. Pertukaran setara ! Mungkin hanya teori dalam film Full metal alchemist tersebut lah saya mengembalikan anggapan itu. Dengan mengorbankan sesuatu, kita Akan mendapatkan yang lain, masuk akal.

Kita masuk dalam bahasan kitab kuning. Apa itu kitab kuning ? Banyak orang bertanya saat saya mengatakan apa yang sedang saya geluti. Kitab kuning adalah buku berbahasa arab yang tak memiliki harakat.

Otomatis, kita seperti membaca buta, tak tahu huruf vokal dari huruf hijaiyah, aksara arab. Sekarang sudah banyak buku terjemahan berseliweran di sana sini, kenapa harus belajar ilmu klasik yang tak terpakai lagi ? Kita hidup di dunia, jangan melulu belajar ekstremis seperti itu. Demikian tanggapan beberapa orang.

Saya mencoba membandingkannya, seberapa penting urgensi dari kitab kuning. Masih relevan kah ilmu tersebut ?

Saban hari, saya bersama seorang teman yang sedang membaca matan al jurumiyah. Pada suatu kalimat, ia berhenti dan bertanya pada saya, "apa arti Zaidun Munthaliqan ?" Segera saja saya mengambil kamis dan menemukan kata dasarnya, thalaq, artinya cerai. Saya bingung, lalu kembali mencari hingga akhirnya tak menemukannya.

Akhirnya saya memutuskan untuk membuka aplikasi matan al jurumiyah di smartphone saya. Alhasil, nihil! Tak ada kalimat itu, yang ada hanya kalimat "Zaidun Qaimun" yah, memang ini hanya kalimat contoh dalam kitab nahwu tersebut, merasa bimbang, saya menarik syarah jurumiyah dan menemukan kata yang sama dengan yang ada di matan Al jurumiyah. Padahal baik matan al jurumiyah versi cetak dan elektronik sama-sama berdasar kitab berjudul sama karya As-Sanhaji, namun kenapa ada perbedaan ? Aneh.

Lanjut ke bahasan bulughul maram. Dalam kitab hadits itu guru saya menjelaskan sebuah hadits yang berbunyi, "Rasulullah berwudhu dengan membasuh tangannya 3 Kali. "Terjadi perbedaan pendapat, dari mazhab Maliki mengatakan bahwa membasuh 3 Kali hukumnya wajib Karena kejelasan dan keshahihan hadits tersebut.

Sedangkan dari mazhab lain, mengatakan membasuh 3 Kali adalah sunnah karena tak adanya fi'il amr (perintah) dalam hadits tersebut yang menyebabkan kewajiban. Dari sini saya bisa mempelajari bahwa perbedaan sebenarnya adalah rahmat Allah yang membuat agam islam semakin kaya. 

Selain itu, dari sini kita bisa menarik seberapa urgent sebenarnya ilmu yang harus dipergunakan dalam memahami Al qur'an dan hadits. maka, sepantasnya,memahami ayat dan Hadits tak melulu soal mata dan logika, tapi juga memerlukan intuisi, penelitian berkelanjutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline