Beberapa saat yang lalu sebelum memasuki bulan ramadan, saya sempat menghadiri sebuah pengajian besar-besaran (dalam ruang lingkup desa). wilayahnya terletak tidak jauh dari keramaian kota sehingga dapat dikatakan desa tersebut sudah maju. pengajian tersebut mengundang pembicara dari kota gudeg, Yogyakarta yang sepertinya kyai atau ustadz tersebut sudah cukup mempunyai nama.
terlihat kursi hadirin dipenuhi sesak oleh jama'ah yang hadir bahkan ada sebagian jama'ah yang terpaksa berdiri. ini menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat tinggi terhadap pengajian yang diselenggarakan oleh remaja masjid setempat.
acara pengajian dimulai dengan penampilan dari beberapa santri TPA dengan membawakan lagu dan puisi khas gaya anak-anak TPA, kemudian diteruskan dengan penampilan grup nasyid dari sebuah pondok pesantren putri. dan klimaks acaranya pun berjalan dengan khidmat dan lancar. pak ustadz menyampaikan tausiyahnya dengan penuh semangat. dan terlihat audiens mendengarkan dengan seksama dan sesekali melepas tawa sedikit ketika ustadz melancarkan guyonan kecilnya. dan akhirnya pengajian selesai dengan perasaan yang puas dari para panitia karena agenda yang mereka rencanakan sukses. namun yang saya garis bawahi disini ialah kurangnya apresiasi yang diberikan oleh para jama'ah kepada orang yang tampil di panggung baik itu santri TPA, yang nembang nasyid maupun kepada ustadznya. inilah yang menjadi saya sedikit tercengang terhadapnya, ketika tausiyah pak ustadz selesai para hadirin hanya terlihat membisu memandang ke panggung dengan tatapan kosong atau ada sebagian lain yang langsung meninggalkan tempat. hanya sedikit orang saja yang memberikan tepuk tangan, tanda memberikan sebuah apresiasi kepada ustadz yang telah berkenan untuk membagi ilmunya kepada yang lain.
menurut saya inilah salah satu karakter atau ciri khas yang tidak ada atau mungkin hilang dari masyarakat kita. bentuk-bentuk apresiasi atau penghargaan yang terlihat kurang sekali. tidak hanya pada masyarakat saja, guru yang notabene kaum terdidik yang telah mempunyai kelayakan untuk mengajar juga saya lihat kurang sekali memberikan bentuk penghargaan kepada siswanya yang berprestasi , jika hal ini terus dipertahankan ini akan mengakibatkan kurang berkembangnya siswa yang mempunyai prestasi untuk lebih mengimprov lagi prestasinya tersebut, malah nantinya mungkin akan menyebabkan siswa kurang termotivasi.
selain itu saya juga pernah melihat tayangan video dialog ikatan cendekiawan muslim Indonesia yang mengungkapkan bahwa kurangnya bentuk-bentuk penghargaan khususnya pemerintah kepada para peneliti atau imuwan Indonesia, sehingga ya wajar mereka lebih memilih untuk berkiprah di luar negri mengingat imbalan yang setimpal dengan keahlian mereka. orang di dalam negrinya sendiri saja mereka tidak dihargai terhadap karya atau kotribusinya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H