Hukum dan politik adalah dua hal yang saling terkait. Walaupun hukum merupakan panglima namun hukum adalah produk dari proses politik. Hukum publik dalam lingkup negara seharusnya berupa seperangkat aturan hukum yang adil dan membawa kebaikan bagi seluruh warga negara bukan hanya membawa kebaikan pada kelompok atau golongan tertentu.
UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 yang ditetapkan sehari menjelang pilpres sangat terasa dibuat untuk kepentingan sesaat koalisi KMP. Hal ini tidak terlepas dari ditetapkannya UU MD3 setelah koalisi terbentuk. UU MD3 diusulkan oleh presiden yang berasal dari PD dan anggota kabinet serta DPR yang komposisinya sebagian besar merupakan pendukung KMP. Dalam usaha merebut posisi pimpinan DPR, presiden mengubah mekanisme penetapan pimpinan DPR dalam UU MD3 yang sebelumnya ditentukan berdasarkan sistem perwakilan diubah menjadi sistem paket/ voting, dari sebelumnya berdasar perolehan suara rakyat pada pemilihan legislatif diubah menjadi sistem paket yang terdiri dari satu ketua dan 4 wakil ketua. Dengan mengubah mekanisme penetapan pimpinan DPR otomatis KMP menguasai pimpinan DPR dan menutup pintu bagi KIH mengusulkan paket pimpinan apalagi menduduki pimpinan DPR karena sebelumnya sudah diketahui KIH hanya didukung oleh 4 parpol pendukung.
Kisruh parlemen yang diakibatkan oleh UU MD3 telah disepakati direvisi oleh kedua kubu. Revisi yang akan dilakukan esensinya terbatas pada pasal untuk memenuhi kepentingan kedua koalisi terkait pengaturan pimpinan AKD,dari sebelumnya terdiri dari 1 ketua dan 3 wakil ketua akan direvisi menjadi 1 ketua dan 4 wakil ketua. Disamping itu juga tujuh pasal dalam UU MD3 yang dianggap pengulangan.
Kubu KMP dan KIH bersepakat dalam revisi UU MD3 tidak menyentuh pasal imunitas anggota DPR. Berdasarkan pasal tersebut, anggota DPR dapat diperiksa aparat penegak hukum jika ada ijin dari Badan Kehormatan. Mekanisme ini merupakan diskriminasi hukum, menghambat dan menghalang-halangi proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah mengajukan judicial reviu karena sebagai lembaga yang diatur dalam UU MD3 tetapi tidak dilibatkan dalam penyusunan UU MD3. Pemerintahan yang sekarang juga bukan dari KMP, yang mungkin menghendaki revisi pasal UU MD3 yang membebani atau merugikan kepentingan jalannya pemerintahan. Apakah revisi UU MD3 hanya untuk memenuhi kepentingan DPR kubu KMP dan KIH? Apalagi revisi UU MD3 yang dilakukan hanya demi kepentingan sesaat dua koalisi di DPR untuk menambah jumlah wakil AKD, masih menyimpan potensi kisruh DPR periode mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H