Lihat ke Halaman Asli

Initial : Fro

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam berlalu. detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, dan baru kali ini aku baru memikirkanmu, entah kenapa. mungkin karena kita pernah tertawa bersama, hanya saling menatap, tak menyentuh, pun kita tampak seperti tentara, bergerilya di semak hasrat, mencari celah diantara para pemiliknya. namun seakan kita sama - sama tau, kita hanyalah dua insan yang mungkin sekedar menyimpan nama dan gambar di memori otak kita masing - masing, dimana mungkin akan dipakai yang kanan untuk menumbuhkan visual, dengan dialog yang  terlahir dari pasangannya.

ada yang mengatakan, yang kurasakan adalah bentuk gelombang yang tak terlihat dan hanya bisa disampaikan bila frekuensi hati kita berdua sama. hal yang menjadikan musik lewat lewat tangga nadanya dapat menyentuh pikiran bawah sadar, seperti juga para motivator yang melantangkan hal - hal positif dengan penuh keyakinan, dimana sudah ada sejak jaman shakesphare masih melantunkan hamlet bersama opera yang diiring musik jaman barok. yang kesimpulannya, hanya sebagai penambah cita rasa untuk memperkuat perasaan. aku yakin itu.

namun adalah konyol bila setelah sekian tahun aku tenggelam oleh seseorang yang tak kau kenal dan tidak pernah memikirkanmu, tergerak untuk melihat fotomu, ketika namamu entah dari sudut mana bisa muncul dalam benakku. terlebih, aku tau kau mungkin sudah melupakanku, karena kita berpisah tanpa ada aba -aba. seperti lembaran skripsi yang berakhir begitu saja di tangan dosen atau jadi referensi orang lain.

kau makin cantik. hanya itu yang bisa kukatakan untuk membatasi diriku yang sempat mengawang bertemu dirimu di suatu tempat dan, seperti sinetron juga kisah drama lain, tiba - tiba kita duduk berhadapan di suatu tempat, diterangi lilin cair berwarna merah yang dilingkup gelas dikala bulan semakin tinggi namun yang kita sengaja membuat ruang bagi kita berdua, lalu saling membagi cerita, dan berakhir dengan tangis yang kuhapus perlahan, dimana sisanya tak perlu kujelaskan.

bila kau ingin tau, aku sedang ada di kamar, dan bersiap melanjutkan sisa kurang lebih 200 halaman buku yang memualkan untuk dimengerti. sementara hari - hariku diisi dengan memilah dan menata masa depanku yang pernah kutinggalkan. jadi tak mungkin aku merindukanmu. walau faktanya aku tiba - tiba memikirkanmu, aku tidak mau mengakuinya. tidak hingga aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, saat apa yang tak terlihat dari diri kita saling berbagi di udara malam jakarta yang sedang menjelang puasa bisa menjadi satu bentuk nyata. sms, telfon, surel, atau entah apalah.

aku jadi tertawa sendiri. Mungkin saat ini kau sedang bersiap pergi entah kemana bersama keluargamu atau entah siapa malam ini, mungkin teman baikmu, yang lahir dibawah bintang yang sama denganku, yang berkacamata dan berambut bondol itu, atau mungkin penggantinya, atau mungkin tak sengaja melihat postingan ini, aku tidak tau.

karena itu, setelah lama ku termangu, kuputuskan untuk mengakhiri romantisme mendadak ini hanya dengan mendoakanmu. mengingat peraturan membuat cerpen memakan banyak waktu untuk dipertimbangkan, sementara aku mencoba membiarkan jemari ini menari begitu saja tanpa kompromi, agar apa yang dirasakan nurani tak perlu terurai bersama langkah jitu mencari hati.

lagipula, kita berdua tau romantisme itu mengerikan.

jadi, kuharap kamu baik - baik saja.

J




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline