Lihat ke Halaman Asli

Memposisikan diri dalam Barisan Aktivis

Diperbarui: 10 Agustus 2021   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Semenjak awal masuk perkuliahan tentunya slogan "agent of change" selalu terngiang dalam diri Maba/ Mahasiswa baru, seakan didoktrin aku adalah pembawa perubahan yang akan melanjutkan estafet bangsa di masa mendatang, pengkaderan awal masuk pun dibuat sedemikiaan rupa untuk mensuport slogan tersebut, seperti dream plan, future goals dll.

Baru menetas dari penguatan mental langsung diuji coba dalam dunia perkuliahan, mungkin untuk awal seperti masih kuat dengan ujian realitas lambat laun akan terlihat kontras sang punggawa idealis dan penganut realis, Idealis akan selalu bertahan dengan ide panas di kepalanya dari segala gempuran cobaan kenyataan, sedikit berbeda dari kubu yang taat pada realitas akan mengalir kehidupanya sesuai arah angin berhembus.

Dalam keduanya tidak ada yang salah dan juga benar iya realtif dalam menanggapinya, memang terlihat seorang idealis lebih keren tapi dibalik itu ada kenyataan yang kadang tidak ideal seakan idenya dipaksakan sesuai keinginannya, adapun sang realis selalu mengedepankan situasi kondisi untuk dirinya menyesuaikan. 

Doktrin agent of change nampaknya ada namun tertutupi, terhalang oleh kepentingan dan kefanaan. Orang bilang yang disekolah pinter akan jadi ilmuwan cendekiawan memanfaatkan ilmunya, yang lumayan pinter akan jadi entrepeneur memanfaatkan potensinya, nah yang biasa biasa saja bahkan dibawahnya bisa jadi anggota dewan memanfaatkan peluang.

Sematan seperti ini seakan puncaknya adalah orang yang pintar namun kenyataannya adalah segitiga piramida terbalik, coba kita perhatikan lebih banyak yang rangking kelas atau tidak?, lebih banyak  yang masuk sekolah favorit atau tidak?, atau lebih banyak yang kuliah atau tidak?. 

Jawaban itu semua adalah lebih dominan yang "tidak", dan jika piramida itu dibaca yang tinggi adalah sang pengatur, maka sang pemuncak adalah pejabat lalu pengusaha baru cendekiawan, nyatanya pun juga demikian, sudah menjadi rahasia umum pengusaha yang meminta UU pesanan kepada pejabat, juga pendapat ahli dikalahkan dengan suara diplomat omong kosong yg hebat, juga penelitian ahli yang dibungkam pengusaha dengan segepok uang.

Hal ini tentu telah dipikirkan dari seorang mahasiswa dalam menentukan dirinya dimasa mendatang, tentu semuanya berangkat dari agen perubahan cuma beda pengartian dan terapan, seorang idealis tentu meneguhkan hati dan mencari cara agar keadaan tersebut bisa diatasinya, pun juga realis akan paham dengan kondisi itu juga akan merubah dengan masuk kedalamnya. maka perlu ditegaskan kembali mahasiswa harusnya memliki planning, tidak ada batasan untuk harus menjadi apa yang terpenting memiliki senagat untuk perubahan.

Secara tidak langsung kedua pemahaman itu adalah jalan seorang aktivis, merujuk pada kbbi seorang aktivis adalah seorang penggerak, apapun posisi dan kesibukan serta pemahaman yang penting menggerakkan diri dan orang lain adalah seorang aktivis, memiliki tujuan pasti dan progresif dalam berkembang walau kadang pendapat bersebrangan, tapi tidak sampai mati!

Apatis dala artian umum tidak menghiraukan omongan juga kritikan orang lain terhadap dirinya, tentunya kadang perlu sifat seperti ini dalam menempa diri, tapi jangan sekali kali menjadikannya sebagai dasar dalam bertindak tanduk, bagaimana tidak semua kritikan baik itu membangun bahkan nasehat ditolaknya karena baginya dirinya ya dirinya biarkan orang lain, bahkan lebih parahnya dalam dunia pergerakan seorang apatis akan bertindak acuh terhadap permasalahan khususnya negeri ini, tidak ada masukan dan respon dalam hal apapun seakan hidup tapi mati. 

Tidak semua apatis sejatinya terlahir apatis bisa jadi ia adalah aktivis yang sakit hati, memang terdengar lebay tapi tidak sedikit seorang pergerakan yang lelah dengan keadaan kenyataan yang memilih fokus apatis, hal ini tentu menjadi momok menakutkan bagi aktivis yang semangat menggebu serta ide yang panas bisa jadi menjadi bomerang baginya jika kenyataan tak sesuai keinginan

Setiap usaha selalu ada bayang bayang kegagalan, tentunya sebagai seorang muslim patutnya mendasarkan perjuangan pada jalan yang hakiki yakni perjuangan Islam yang idenya memang semu seakan tidak nyata, menjadikan syariah sebagai tumpuan dasar benegara dimana letak kenyataanya saat ini, maka hal ini bisa menjadi idealis untuk tiap aktivis islam, tentunya realis dengan keadaan perlu sekali bagaimana ketidakidealan idenya lalu dipaksakan pun akan menajadi badut masyarakat, tapi hal ini tidaklah harus dibaperkan karena realisnya kudu menelaah kebelakang bagaiamana ide Islam yang saat itu mustahil untuk tumbuh tapi Rasulullah membuktikan bahwa ide Islam layak diajadikan dasar sebuah negara hingga berdiri kokoh menantang ide lain selam 14 abad lamanya, tentunya realis ini harus dijadikan alasan mengapa harus idealis dalam menyampaikan ide panas ini, lalu tak lupa untuk "apatis" dalam menghadapi hinaan, cercaan, yang menganggap ide ini fatamorgana, biarlah mereka berkata tapi ingat ini perintah Allah untuk mendakwahkan Islam apapun kondisinya, dan jangan sekali kali apatis dan lari dari perjuangan karena janji Allah untuk yang menolong agamanya akan ditinggikan derjatnya.

wallhua'lam bishawab

Jember 21/11/2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline