Manusia merupakan makhluk tuhan yang paling sempurna dan tinggi derajatnya, di dalam dunia tidak ada satupun manusia yang mampu menjalankan kehidupannya sendiri tanpa uluran tangan dari orang lain hal itu dikarenakan kedudukan manusia sebagai makhluk sosial. Loree (1970:86) mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta bergaul dengan bertingkah laku seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya. Bermain memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial sebelum anak mulai berinteraksi dengan teman sebayanya , Patmonodewo (1995:86) mengungkapkan ada lima tingkatan dalam bermain sosial yaitu:
- Bermain Solitaire (soliter)
Permainan ini bisa dilakukan dalam satu ruangan namun dengan atensi pada dirinya sendiri tanpa mau menganggu dan memperhatikan temannya, misalnya dalam sentra permainan ada anak yang sibuk bermain boneka tanpa memperhatikan temannya yang sedang asyik bermain mobil-mobilan.
- Bermain sebagai penonton/pengamat
Kepedulian terhadap temannya mulai terlihat pada tahap ini meskipun anak masih asyik bermain sendiri , ketika anak hanya menjadi penonton temannya yang sedang bermain mungkin ia terlihat pasif namun ternyata anak sangat memperhatikan dan mengamati permainan apa yang sedang dimainkan dan bagaimana hasil yang akan diperoleh dari permainan tersebut.
- Bermain pararel
Sering kali kita menjumpai anak-anak bergerombol di area pasir taman bermain , masing-masing anak pasti sibuk berimajinasi dengan dirinya sendiri ada anak yang membuat istana dari pasir, ada yang membuat telur dari pasir, adapula anak yang sedang asyik membuat menara dari pasir masing-masing anak terlihat asyik bermain sendiri sehingga ketika ada salah satu anak yang telah mengakhiri permainannya tidak berpengaruh pada teman yang laiinya, hal ini merupakan contoh dari bermain pararel. Bermain pararel merupakan permainan yang bisa dilakukan dalam satu ruangan namun aktivititas bermain masing-masing anak tidak saling berhubungan dan bergantung
- Bermain Asosiatif
Merupakan permainan yang melibatkan beberapa anak, namun belum terorganisasi dengan baik, dalam permainan ini setiap anak belum mendapatkan peran yang spesifik sehingga kita ada seorang anak yang tidak mengikuti aturan, permainan masih bisa dilakukan. Misalnya pada masa prasekolah anak-anak akan membuat menara dari balok secara bersama namun mereka tidak mempunyai rencana formal dan peran yang spesifik.
- Bermain Kooperatif
Permainan ini hampir sama dengan permainan asosiatif yaitu permainan yang bisa dilakukan oleh beberapa orang atau berkelompok, namun yang membedakan adalah jika pada permainan asosiatif anak-anak belum bisa terorganisir dan belum memiliki peran dengan baik sedangkan pada permainan kooperatif anak mulai memiliki peran untuk mencapai tujuan permainan. Contoh dari permainan ini adalah benteng-bentengan, sebuah permainan yang dimainkan oleh 2 kelompok dimana keduanya membutuhkan kerja sama untuk mengatur strategi agar tidak kalah dari musuhnya dan mempertahankan bentengnya dari serangan musuh.
Anak dan teman sebayanya.
Sejak usia dini anak sudah memerlukan interaksi dengan banyak orang terutama teman sebayanya, orang tua bisa mendukungnya dengan mengajak anak berkunjung ke rumah tetangga yang kebetulan mempunyai anak berusia sama dengannya agar anak bisa berkenalan dan bermain bersama teman sebaya pada lingkungannya. Secara garis besar ternyata teman sebaya memiliki banyak sekali peran penting dalam perkembangan anak seperti perkembangan sosial anak, kematangan emosi, melatih komunikasi dan empati, menambah pengalaman dan hal baru yang belum anak dapatkan. Melalui teman sebaya anak akan belajar pola perilaku yang harus dilakukan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, karena itu anak perlu dilatih untuk bermain dengan teman sebayanya agar mudah bersosialisasi sejak dini, karena anak yang tidak pernah bermain dengan teman sebayanya akan tumbuh menjadi orang yang tertutup dan kurang bisa bergaul dengan orang lain. Hartup (1992) menemukan empat fungsi hubungan anak dengan teman sebayanya yaitu:
- Hubungan teman sebaya bisa menjadi sumber emosi (emotional resources) baik untuk memeperoleh kesenangan atau untuk beradaptasi dengan rasa stress
- Hubungan teman sebaya bisa menjadi sumber kognitif (cognitive resources) misalnya ketika anak mendapatkan masalah dengan temannya maka secara tidak langsung anak dapat memecahkannya dan mencari jalan keluarnya.
- Hubungan teman sebaya sebagai konteks pemerolehan dan peningkatan keterampilan sosial dasar seperti keterampilan kerjasama, keterampilan dalam berkelompok dll
- Hubungan teman sebaya menjadi landasan terbentuknya hubungan lain yang lebih harmonis.
"Mawar mendapatkan warna dan aromanya dari akarnya, dan manusia memiliki kebajikan sejak masa kecilnya" --Austin O'Malley-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H