Lihat ke Halaman Asli

Izzatiddiena NurSafira

no longer sitting on a high school bench

Maha Benar Media dengan Segala Clickbaitnya

Diperbarui: 23 Januari 2021   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

2021 bukan lah tahun yang diawali dengan baik. Mulai dari kasus corona yang kurvanya tak kunjung menurun, kejadian jatuhnya Sriwijaya Air, banjir yang melanda Kalimantan Selatan, dan masih banyak lagi. Menurut BNPB, ada 136 bencana alam yang terjadi mulai dari tanggal 1 Januari 2021 hingga 16 Januari 2021. Rasa kemanusiaan pun bermunculan, donasi donasi dikerahkan, selebriti membuka sumbangan.

Dari mana kita tau semua kabar duka ini? Berita. Media massa. Televisi, koran, sosial media. Media memang sangat berjasa, membuat masyarakat menjadi up to date tentang apa yang terjadi di masa seperti ini.

Tetapi terkadang, masih banyak media yang "hanya" mencari atensi tanpa rasa peduli. Menampilkan foto jenazah korban yang badannya bersimbah darah, tragis, bagian tubuhnya tak utuh. Tanpa mempedulikan rasa kehilangan mereka yang ditinggalkan. Iming-iming uang ternyata bisa membuat manusia kehilangan rasa kemanusiaannya.

Kenyataannya, media tidak akan membuat berita kehilangan serealistis itu "jika" penikmatnya tidak banyak. Artinya, berita dengan konten seperti itu memang banyak yang suka, banyak yang menikmati, dan banyak yang tidak peduli dengan mereka yang ditinggalkan. Tidak semua, tapi mayoritas. Beberapa memilih untuk men-skip berita dengan konyenkarena ngeri, atau karena rasa simpati.

Selain itu, media juga cenderung memperoleh lebih banyak audiens jika konten beritanya adalah jawaban dari pertanyaan pertanyaan tidak bermutu, seperti adakah gerak gerik yang aneh dari korban sebelum kepergiannya, atau apakah ada feeling aneh yang dirasakan untuk kerabat terdekat almarhum sebelum kejadian, atau bagaimana kronologi kepergian almarhum. Pertanyaan pertanyaan tidak bermutu seperti ini beresiko memicu kesedihan mereka yang ditinggalkan karena mengingatkan pada memori semasa almarhum masih hidup.

Apakah itu hal yang salah? Tidak sepenuhnya. Atensi adalah hal yang penting dan memang diperlukan, apalagi untuk media media yang masih menengah keatas. Tapi, alangkah baiknya, jika hal hal negatif yang disebutkan diatas tidak dijadikan highlight dari berita tersebut. Masih banyak hal positif lain, yang bisa dijadikan konten, dan masih mengundang audiens. Seperti cara menjadi produktif di tengah pandemi, atau tutorial glow up, yang menjadi topik favorit gen Z, dan masih banyak lagi.

Kesimpulannya, jadilah penulis dan pembaca artikel yang bijak. Tulislah berita dengan konten yang positif, dan tidak menanyakan pertanyaan yang sensitif kepada kerabat almarhum. Jadilah pembaca yang bijak dengan tidak memberi feedback positif kepada berita yang dibumbui dengan foto jenazah, atau pertanyaan tidak bermutu seperti yang sudah dijelaskan diatas.

Perubahan perubahan kecil seperti ini, bisa mengubah masa depan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik lagi. Belajar menghargai privasi dan perasaan orang lain, tidak akan merugikan siapapun, dan menjadikan hidup terasa lebih mudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline