Di tengah gemuruh modernisasi dan globalisasi, tradisi sering kali tersisih. Namun, di sebuah sudut tenang di Yogyakarta, sekelompok mahasiswa Universitas Cendikia Mitra Indonesia (UNICIMI) berusaha keras menjaga warisan kuliner tradisional.
Dengan usaha kuliner mereka, Pawon Potorono, Wiwid, Niki, Joni, dan Aqib membuktikan bahwa generasi Z bisa berdiri teguh di antara arus perubahan dan tetap mempertahankan identitas budaya mereka.Pawon Potorono terletak di Jl. Kemasan, Perang Wedanan, Potorono, Kec. Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55196. Usaha ini bukan hanya tempat makan biasa, tetapi juga wadah pembelajaran langsung bagi para mahasiswa yang terlibat. Dengan latar belakang kewirausahaan dan hubungan dekat dengan rektor, mereka memulai perjalanan ini dengan semangat dan dedikasi.
Pawon Potorono dirancang dengan mengusung konsep tradisional Jawa yang kental. Bangunan utama berbentuk joglo, rumah adat Jawa dengan atap tinggi dan luas yang memberikan kesan sejuk dan nyaman. Desain interiornya pun sederhana namun elegan, dengan dominasi kayu dan dekorasi tradisional seperti ukiran Jawa dan pernak-pernik budaya lokal.
Lokasi yang dipilih juga sangat mendukung konsep ini. Pawon Potorono terletak di pinggiran sawah yang luas, memberikan pemandangan hijau yang menenangkan. Angin sepoi-sepoi yang berhembus dari sawah menambah kenyamanan bagi para pengunjung.
Menu yang ditawarkan oleh Pawon Potorono sangat beragam, dengan fokus pada masakan tradisional Jawa. Mereka menawarkan berbagai hidangan Pawon Setunggal (Nasi ayam goreng sereh, tempe & tahu goreng + sambal teri, telur dadar, tempe orek, oseng sambal kerupuk lalapan); Pawon Kalih (Nasi ayam goreng sereh, sambal teri, telur dadar, tempe mbus, orek bihun, oseng sambal, kerupuk lalapan); Pawon Tigo (Nasi tempe & tahu goreng, sambal teri, telur dadar, tempe orek, bihun, oseng sambal, kerupuk, lalapan); Pawon Sekawan (Nasi telur dadar iris, tempe orek, bihun, oseng sambal, kerupuk, lalapan) yang tentunya sangat menarik dan menggugah selera. Setiap hidangan disiapkan dengan menggunakan bahan-bahan segar dan resep tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Berawal dari tawaran sang rektor yang juga pemilik tempat, Pawon Potorono menjadi sebuah laboratorium hidup bagi para mahasiswa. Rektor, yang ingin mahasiswanya belajar langsung di lapangan dengan materi yang sudah diberikan di perkuliahan, melihat potensi besar dalam diri Wiwid, Niki, Joni, dan Aqib. Mereka dipercaya mengelola tempat tersebut karena latar belakang kewirausahaan mereka dan hubungan yang sudah terjalin dengan baik.
"Kami sangat senang menerima tawaran ini," kata Wiwid (21), "sebagai mahasiswa yang baru terjun langsung ke dunia bisnis, tentu banyak harapan kami. Salah satunya adalah membuktikan bahwa generasi Z tidak selemah seperti yang banyak orang katakan."
Tidak hanya itu, mereka juga memiliki misi untuk melestarikan masakan tradisional agar tidak tenggelam oleh masakan-masakan modern. "Pada dasarnya, bukan hanya keuntungan yang kami cari, tapi kontribusi dalam melestarikan masakan tradisional," tambah Joni (22).
Menjalankan usaha sembari kuliah bukanlah hal yang mudah. Namun, keempat mahasiswa ini menemukan cara untuk menyeimbangkan keduanya. "Usaha ini dimulai ketika mata kuliah sudah hampir selesai. Ketika masih ada beberapa kelas, kita gantian jaga, jadi kondisi tetap aman di tempat kerja," jelas Aqib (21). Sistem pergantian ini memungkinkan mereka untuk tetap fokus pada akademik sekaligus mengelola bisnis dengan baik.