Kebangkitan nasional yang akan kita peringati pada tanggal 20 dibulan Mei tahun 2014 ini adalah peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-106. Kebangkitan nasional di Indonesia dimulai sekitar awal abad ke 20, ditandai oleh munculnya Boedi Oetomo sebagai organisasi pergerakan modern pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian di ikuti oleh lahirnya berbagai macam organisasi pergerakan setelahnya. Kemunculan organisasi-organisasi pergerakan itu memberi pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan struktur sosial dan aspek kehidupan masyarakat Kolonial Hindia-Belanda pada waktu itu.
Membicarakan hari kebangkitan nasional tak bisa dilepaskan pula dari faktor pendidikan yang memainkan peran penting terhadap implikasi munculnya kaum pergerakan yang didominasi oleh paraintelektual dan cendekiawan. Pendiri organisasi Boedi Oetomo adalah para mahasiswa jurusan kedokteran lulusan STOVIA. Begitupun juga para pendiri SI, Indische Partij dan organisasi lainnya yang juga didominasi oleh para intelektual. Dari sini dapat dilihat bahwa pendidikan tetap menjadi alasan yang kuat atas terwujudnya sebuah perubahan skala besar.
Peristiwa Sejarah memang tak akan pernah terulang.Akan tetapi, makna sejarahlah yang akan tetap abadi. Sekiranya ini menjadi titik awal bagi kita untuk melihat sejarah sebagai pelajaran hidup (historia magistra vitae). Kebangkitan nasional sebagai sebuah peristiwa sejarah adalah upaya perlawanan kaum pribumi (meski tak menutup kemungkinan terdapat peran orang asing) terhadap pemerintahan kolonial Hindia-Belanda melalui pergerakan nasional. Pergerakan yang hendak diwujudkan sebagai cita-cita bersama demi terciptanya rakyat Indonesia yang merdeka dan terbebas dari belenggu penjajahan.
Pada masa sekarang haruslah menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah kita telah meneruskan cita-cita kebangkitan nasional? Menjadi hal yang cukup miris, jika sekiranya kita melihat sekarang, sebuah kepentingan akan kebangkitan bersama dengan prioritas negara yang harus diutamakan menjadi tercoreng oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok. Nasionalisme mungkin hanya menjadi bingkisan dari perjalanan historis belaka jika memang tak ada rasa kepemilikan kita bersama sebagai satu bangsa.
Memaknai kebangkitan nasional bukan hanya sekedar mengenang kembali apa yang telah diperjuangkan para tokoh-tokoh sejarah terdahulu, akan tetapi lebih kepada bagaimana peringatan hari kebangkitan nasional menjadi media refleksi bersama untuk kembali menemukan makna nasionalisme yang dahulu pernah menjadi esensi dari peristiwa itu. Bergerak bersama dalam mengusahakan terwujudnya suatu kepentingan inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi kita untuk kembali merumuskan arti kebangkitan nasional. Inginkah kita terus seperti ini setelah kebangkitan nasional ternyata telah mencapai usia satu abad lebih lamanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H