Lihat ke Halaman Asli

Lelah

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angin sepoi-sepoi itu kembali menuntunku untuk menuju sebuah tempat makan dimana banyak orang-orang menghabiskan waktunya sore ini. Memang udara siang tadi sangatlah panas, tak heran banyak orang yang ramai-ramai datang ke tempat ini untuk sekedar menyejukkan diri. Disebelah tempat ini memang terdapat hamparan sawah dan pepohonan yang sangat luas tentu akan banyak angin yang mampir ke tempat ini. Pemandangan yang jarang sekali akan kita temui ditengah hiruk pikuk padatnya kota. Sepertinya tempat ini sangat tepat untuk merefresh kembali otak ini. Lelah. Ya, lelah menjalani rutinitas hari ini. Ini hari minggu namun ku harus menyambangi kedua tempat yang berbeda untuk menimba ilmu. Memang bukan sebuah keharusan untukku, namun apa salahnya jika hari libur ini kugunakan untuk menimba ilmu? Toh biasanya aku hanya dirumah dan bermalas-malasan saja.

Aku melenggang masuk kedalam tempat makan ini dengan membawa berberapa ksurat kabar harian. Mungkin aku bisa menghabiskan waktu untuk membacanya nanti. Aku sengaja tidak mengajak siapapun untuk menemaniku saat ini. Mungkin memang terlihat aneh ketika orang sepertiku masuk dengan membawa koran tersebut ke tempat yang lingkungan seperti ini. orang-orang pun memandangi diriku seperti aku sedang melakukan sesuatu yang memalukan. Ku biarkan pandangan itu menerpa diriku. Bukan urusanku ketika mereka tidak suka dengan apa saja yang ku gunakan. Toh aku membayar sama seperti mereka disini. Tak terlalu lama setelah kumasuki tempat ini, terdengar sayup-sayup suara memanggilku. Aku menoreh dan sepertinya ku kenal wajahnya. Oh dia, kakak kelas ku pada saat SMA dan teman wanitanya. Aku memang sudah mengenal keduanya sejak lama. Kami dulu sangatlah akrab. Namun karena kesibukan masing-masing, kami semakin jarang bertemu. Aku mendatangi meja mereka dan mereka menawarkan untuk bergabung dengan mereka. Sebenarnya aku tak terlalu suka untuk bergabung dengan mereka. Wajah teman wanitanya itu sangat tidak membuatku nyaman. Entah apa yang sebelumnya terjadi ditempat ini. Wajahnya terlihat sangat marah, seperti ada suatu kesalahan yang sangatlah besar sedang terjadi. Aku menghormati kakak kelasku dan ikut bergabung dengan mereka. Aku sama sekali tidak memperhitungkan wajah teman wanitanya itu. Bukan kesalahanku jika ia sedang marah saat ini, lagipula aku tidak tau-menau apa yang sedang terjadi. Ketika masalah sudah semakin panas mungkin aku akan pergi meninggalkan mereka.

Percakapan dimulai dengan hal yang sudah sangat umum. Sibuk apa, habis ngapain sampai dengan sudah punya teman dekat lelaki lagi atau belum. Ya, pertanyaan yang cukup sedikit menyinggungku menggingat terakhir kali aku memiliki teman special, yang memang merupakan teman dekat mereka juga berjalan sangatlah tidak harmonis. Banyak sekali masalah-masalah yang timbul dan semakin membuatku terpuruk. Teman spesialku itu ternyata memiliki bakat untuk membujuk orang lain supaya percaya dengan apa yang ia katakan. Aku sudah membuktikan hal itu, banyak dari teman-temanku yang memusuhiku karena mendapat provokasi darinya. Pelajaran yang sangatlah berharga untukku.

Hanya aku dan kakak kelasku yang sibuk berbincang-bincang dan tertawa bersama. Teman wanitanya hanya diam dan melihat hamparan sawah disebelahnya. Tangan yang bersedekap didadanya itu menyiratkan kalau ia tidak suka dengan situasi ini. aku mulai meminta ijin untuk sekedar bermain handphone atau membaca koran yang tadi aku bawa agar mereka bisa berbincang-bincang menyelesaikan masalah mereka. Namun kenyataannya tidak seperti yang kuharapkan.

Wanita ini malah mengemasi barang-barangnya dan pergi meninggalkan kami. Bukan ini yang kuharapkan. Sama seperti drama-drama FTV yang kulihat. Kakak kelasku langsung pergi mengejarnya dan berusaha membujuknya untuk kembali. Mereka berpelukan. Untungnya kami berada dilantai 2, hanya ada berberapa orang saja disini, tak seperti dilantai bawah yang sudah penuh riuh. Tak berberapa lama mereka kembali duduk didepanku. Aku melihat banyak air yang mengalir dari mata indah itu. Aku tak terlalu memperhitungkannya, aku hanya menawarkan minuman yang memang belum kuminum itu untuknya dan lalu melanjutkan membaca koran yang kubawa.

Tiba-tiba aku menerima berberapa pesan singkat di handphoneku dari kakak kelasku itu. aku sempat mengeryitkan wajahku dan memandangnya namun ia hanya tersenyum saja.

“Tolong temani dia dan ajak dia berbicara”

tak berberapa lama iapun pergi.

Aku mulai bertanya, “Capek ya mbak?” Ia hanya menggeleng.

“Bukan capek secara fisik, tapi mental” Ia langsung mengedipkan matanya.

“Kenapa mbak?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline