Lihat ke Halaman Asli

Izatul Laela

Kepala Sekolah di SDN Karangsono Kecamatan Wonorejo Kabupaten Pasuruan

Oleh-oleh Dari Desa

Diperbarui: 20 Februari 2023   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mumpung masih pagi, bersepeda pancal menghirup udara segar. Menyusuri jalan di desaku tercinta Sedayulawas. Mengayuh sepeda sambil mencoba merefresh memori tentang masa lalu. Masa kecil saat di desa. Saat duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah.

Desaku Sedayulawas masuk dalam wilayah Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan yang berada di wilayah pesisir pantai utara dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Di sebelah utara : berbatasan dengan laut jawa. Di sebelah selatan : berbatasan dengan Desa Sendangharjo. Di sebelah barat : berbatasan dengan Desa Brengkok. Di sebelah timur : berbatasan dengan Kelurahan Brondong. Letak Desa Sedayulawas yang berada di pinggir pantai memiliki potensi sendiri dalam pengelolaan sumber daya alam, dan banyak masyarakat yang memanfaatkan untuk berprofesi sebagai nelayan.

whatsapp-image-2023-02-19-at-07-47-50-1-63f3611508a8b52e1e30e6c3.jpeg

Melewati makam Suko sekarang tidak lagi menakutkan. Banyak rumah dan toko berjajar di sekitar area pemakaman. Sekarang ramai. Lalu lalang kendaraan serta orang berjalan kaki. Tidak seperti dulu. Terkesan angker dan 'singup' (istilah orang Sedayulawas). Jadi teringat dulu kalau menjelang maghrib jarang orang berani lewat situ. Termasuk saya. Pernah diajak ibu takziyah ke tetangga yang rumahnya sebelah selatan area pemakaman. Mau tidak mau ya melewati daerah situ. Sebenarnya bisa lewat jalan memutar tapi rutenya lebih jauh. Akhirnya sambil jalan saya menutup mata dan berpegang erat pada ibu. Kalau ingat masa itu jadi pingin tertawa sendiri. Ibu tidak tahu kalau saya berjalan sambil 'merem'. Dan sekarang ibu pun sudah menjadi bagian dari mereka, menghuni area pemakaman itu.

Sampailah perjalanan saya di pasar desa. Jarak dari rumah sekitar 500 meter. Ada yang menarik perhatian saya. Di bagian selatan tampak sampah menggunung. Namanya Tempat pembuangan sampah. Padahal sudah ada tulisan larangan membuang sampah di luar area. Belum mendekat bau khas sampah cukup menyengat. Bahkan di luar tempat pembuangan tampak sampah bertebaran. Yang pasti sampah itu berasal dari limbah tumah tangga masyarakat desa Sedayulawas.

whatsapp-image-2023-02-19-at-07-47-52-2-63f360de4addee37d625a102.jpeg

Tampak seorang laki-laki memilah-milah sampah. Untuk menjawab rasa penasaran, saya pun meminta ijin untuk ngobrol dengan bapak itu. Dengan rahmah Pak Kartono, nama bapak itu mempersilakan. "Kami biasanya bertiga bahkan kadang berempat untuk memilah sampah di sini, Bu" cerita Pak Kartono. Pak Kartono bukan penduduk asli Sedayulawas. Beliau orang Tuban yang menikah dengan perempuan Sedayulawas. Tinggalnya tak jauh dari pasar Sedayulawas. Tepatnya di dekat sekolah yayasan Al Azhar. Bapak dari 4 orang anak ini memang pekerjaan sehari-harinya bergumul dengan sampah. Pekerjaan yang jarang diminati sebagian besar orang, tapi mulia karena ikut membantu menyelamatkan lingkungan. Rata-rata penghasilan Pak Kartono setiap hari berkisar Rp 30.000-40.000 an.

whatsapp-image-2023-02-19-at-07-47-50-63f360f39a5466108d131a92.jpeg

Dari hasil laporan kependudukan Desa Sedayulawas pada tahun 2018 jumlah pendudul yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 8.005 orang, sedangkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 8.783 orang dengan total jumlah penduduk keseluruhan mencapai 16.788 orang. Diperkirakan jumlah penduduk desa Sedayulawas pada tahun ini sekitar 17.000. Maka bisa jadi benar apa yang dikatakan Pak Kartono bahwa volume sampah setiap hari bisa mencapai kisaran 1 ton.

Pencemaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau. Di samping itu juga sangat mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada instalasi yang tidak memenuhi syarat teknis. Seperti halnya perkembangan populasi lalat, bau tak sedap di TPA juga timbul akibat penutupan sampah yang tidak dilaksanakan dengan baik. Asap juga seringkali timbul di TPA akibat terbakarnya tumpukan sampah baik secara sengaja maupun tidak. Belum lagi bila musim hujan tiba tentu menimbulkan masalah lagi yaitu terjadinya banjir karena sepanjang jalan yang saya lewati banyak saluran air yang sudah tertutup atau sengaja ditutup.  Ini pekerjaan rumah utama yang harus menjadi skala prioritas pemerintahan desa Sedayulawas.

Penanganan sampah harus melibatkan banyak pihak. Pemerintah desa selaku pembuat dan pengatur kebijakan adalah kunci utama. Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Karang Taruna, Remaja Masjid, Majelis Ta'lim, PKK dan lain-lain lembaga pendidikan baik formal maupun non formal kiranya bisa duduk besama untuk membahas dan mencari solusi terbaik dari permasalahan ini. Maka menyebabkan hubungan keterkaitan antara limbah sampah dengan penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukanya perubahan pemahaman tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai.

whatsapp-image-2023-02-19-at-07-47-47-1-63f3614b08a8b5370b0ccf74.jpeg

Penanganan sampah berbasis masyarakat merupakan sebuah upaya untuk menangani masalah sampah secara komprehensif. Maka hal yang paling urgen dalam hal ini adalah bagaimana memberikan edukasi kepada masyarakat tentang sampah. Pemerintah desa bisa bekerjasama dengan DLH untuk memberikan semacam pelatihan kepada pihak-pihak yang dianggap representatif dari masyarakat misalnya pengurus Karang Taruna, pengurus Remaja Masjid, Ibu-ibu PKK, Rukun Tani, Rukun Nelayan, dan sebagainya. Pelatihan ini meliputi tentang pentingnya keseimbangan ekosistem, pengelolaan sampah yang meliputi 4R (reduce, reuse, recycle,replant).

Setelah mendapatkan pelatihan ini diharapkan perwakilan dari masyarakat dapat menyampaikan kepada masyarakat iuas melalui komunitasnya masing-masing. Semuanya harus saling bersinergi. Satu lagi hal yang paling penting adalah adanya monitoring dan evaluasi. Seringkali adanya program yang bagus mandeg di tengah jalan karena tidak adanya kontrol, monitoring dan evaluasi.

Tidak ada kata terlambat. Semua perlu waktu. Jika dilakukan dengan istiqomah, kontinyu, insya Allah hasil tidak mengkhianati usaha. Wallahu a'lam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline