Lihat ke Halaman Asli

Menebus Dosa - dosa (Ekologis) Profesi Analis Kesehatan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Profesi Analis Kesehatan termasuk profesi yang sangat tidak ramah lingkungan. Banyak sampah yang dihasilkan setelah kita melakukan pekerjaan. Air yang kita gunakan lalu menjadi limbah juga tidak sedikit. Lalu sebagian instrumen laboratorium yang digunakan pun memerlukan energi listrik yang besar. Kita sangat berdosa terhadap bumi ini.

Di atas merupakan separuh dosa (ekologis) profesi kita yang tidak bisa dihindari. Hal-hal tersebut merupakan “jalan” untuk mendapatkan kebaikan dari pekerjaan kita, agar hasil laboratorium didapatkan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Tapi tetap saja kita berdosa terhadap lingkungan.
Keadaan lingkungan Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Disaat musim hujan, banjir dan longsor terjadi dimana-mana. Ketika musim kemarau tiba, lahan petani kekeringan dan masyarakat kekurangan air bersih. Jika telah terjadi bencana baru kita ramai menggalang/menyumbang dana (yang sebagian besar hanya bersifat “seremonial” saja). Itu cukup bagus, tetapi lebih bagus bila kita juga “menyumbang” untuk pencegahan bencana tersebut, tentunya tidak bersifat seremonial dan berupa dana saja. Tetapi dengan “daily activity” yang ramah lingkungan secara berkelanjutan.
Karena jika dilihat pada akar permasalahannya, bencana tersebut terjadi karena perilaku dan gaya hidup manusia sendiri yang tidak peduli terhadap keadaan lingkungan. Sehingga terjadi ketidakseimbangan alam. Lalu, sebagai manusia yang berprofesi Analis Kesehatan apakah kita akan melakukan dosa (ekologis) juga dalam aktivitas sehari-hari?

Sebagai Analis Kesehatan yang sering melakukan dosa (ekologis) disaat/setelah bekerja, sudah sepantasnya kita "menebus dosa" tersebut dengan ikut beraksi dan berkontribusi menjaga lingkungan dalam aktivitas sehari-hari. Bagaimana caranya?

Terapkan Zero Waste Lifestyle
Salah satu masalah yang sangat mengganggu kehidupan kita yaitu sampah. Budaya membuang sampah sembarangan masih saja dilakukan. Sebegitu bodoh kah orang-orang Indonesia akan hal itu? Padahal sudah banyak terjadi bencana karena masalah tersebut.
Seharusnya kita lebih paham dan sadar bahwa di zaman sekarang membuang sampah pada tempatnya saja tidak cukup. Menurut data Bapedalda (tahun 2000) sampah yang dihasilkan di Jakarta 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3). Sedangkan volume sampah di Bandung (sekitar tahun 2005) mencapai 55 kali besar Candi Borobudur dalam setahun. Tentunya dengan bertambahnya jumlah penduduk di tahun 2014 ini, volume sampah pun pasti semakin bertambah. Oleh karena itu, marilah mengubah paradigma pengelolaan sampah dari kebersihan ke pengurangan, pengolahan dan pemanfaatan sampah. Kita harus tahu prinsip pengelolaan sampah : reduce, reuse, recycle. Yang pertama "Reduce". Ya kita harus mengurangi sampah dari awal, terapkan Zero Waste Lifestyle.

Jika “dosa” pekerjaan kita menghasilkan berbagai sampah (sampah plastik, karet, bahan kimia, infeksius, dll) yang disposable dan harus dihancurkan dengan insenerator, maka “tebuslah” dengan aksi nyata dalam aktivitas sehari-hari berikut:
- Hindari membeli makanan dengan dibungkus / take away. Makan lah di tempat, agar tidak menghasilkan sampah anorganik (plastik,styrofoam). Jika pun tidak begitu, bawa lah misting/tempat makan sendiri untuk wadah makanan yang akan dibeli. Jangan malu membawa misting!
- Bawa tumbler/botol minuman sendiri ketika akan beraktivitas, janganlah membeli AMDK (Air Minum Dalam Kemasan). Sehingga kita tidak menghasilkan sampah botol minuman. Bayangkan, 1000 orang membeli botol minuman, maka setelahnya dihasilkanlah sampah botol minuman sebanyak 1000 buah. Jika pun bisa di daur ulang, prosesnya sangatlah panjang dan memerlukan banyak energi. Kurangilah sampah dari awal.
- Mari #dietkantongplastik! Bijaklah dalam menggunakan plastik. Belanja sedikit, jangan pakai plastik. Belanja banyak, pakai ulang lah plastik yang sudah ada sampai benar-benar rusak. Atau gunakanlah reusable bag / tas pakai ulang dari kain agar tidak mudah rusak. Kenapa harus ber- #dietkantongplastik? Cobalah anda tengok ke sungai? Banyak sampah plastik yang menghambat aliran sungai karena sulit terurai.
- Untuk para mahasiswa juga jika menyelenggarakan kegiatan bisa menerapkan “Zero Waste Event”. Intinya kurangi sampah dari awal.

Menabung Air
Ketika musim hujan kita “kelebihan” air, ketika musim kemarau kita kekurangan air. Hal yang ironis bukan? Oleh karena itu berhematlah dalam penggunaannya selagi ada. Ketika kita kuliah/bekerja memakai banyak air untuk mencuci alat-alat lab kita bisa “menebus dosa” dengan ikut berkontribusi dengan menabung air. Bisa dengan membuat lubang biopori atau pun dengan membuat sumur resapan. Dengan menanam pohon juga tentu bisa. Jika dilakukan sendiri memang sangat membosankan. Makanya lakukanlah dengan rekan kerja sekantor atau teman kuliah agar kegiatan lebih menyenangkan dan membahagiakan. Sekalian reuni atau pun refreshing dari penatnya pekerjaan kita yang dari pagi sampai petang hanya bercengkerama dengan alat-alat lab.

Berhemat Energi
Mengapa harus berhemat energi? Pertama, mengurangi pencemaran udara dan pemanasan global (global warming). Sebanyak 40% dari mesin pembangkit yang kita miliki, masih menggunakan BBM/bahan bakar fosil yang menghasilkan zat-zat berbahaya dari sisa pembakarannya. Kedua, dengan berhemat energi kita memperpanjang usia hidup (lifetime) perangkat pembangkit listrik. Dengan menghemat listrik berarti kita akan mengurangi beban kerja mesin pembangkit dan secara langsung akan memperpanjang usia pakai dari mesin pembangkit tersebut. Yang berarti juga penghematan terhadap anggaran belanja negara, sekaligus menjaga keberlangsungan pasokan daya listrik. Ketiga, semakin sedikit energi listrik yang kita pakai tentunya semakin sedikit juga yang harus kita bayar. Hemat uang. Dan yang terakhir sebagai bentuk kepedulian terhadap saudara kita yang belum dapat menikmati aliran listrik / energi khususnya di daerah terpencil.

Jika “dosa” pekerjaan kita boros energi karena banyak instrumen laboratorium yang menggunakan energi listrik besar maka “tebuslah” dengan berhemat energi dalam aktivitas sehari-hari.
- Matikan lampu jika tidak dipakai, jika kita tidur.
- Matikan komputer jika masih dalam keadaan standby.
- Cabut charger hp/laptop jika sudah selesai. Jangan biarkan masih menempel pada sumber listrik.
- Bike to Work. Bike to Campus. Bike to Warung
Hemat BBM, hemat uang dan tubuh sehat.
- Memakai kendaraan umum.

Mudah bukan? Mari menebus dosa (ekologis) profesi. Kita beraksi setiap hari, untuk Indonesia yang lebih asri dan lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline