Lihat ke Halaman Asli

Aku Tak Mengertik Ketidakmengertianku

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Seperti hari-hari sebelumnya, seperti kebiasaan malam-malam sebelumnya, aku selalu duduk sendiridi depan kosku di lantai dua yang bertepian dengan jalan raya, jalan ini selalu riuh, bahkan nyaris jalan itu tak pernah istirahat untuk merenungi dirinya sendiri. (Namanya juga jalan, mana ada jalan bisa merenung). Dipikiran ini aku pun mentertawakan diriku sendiri, ya memang demikian diriku, aku selalu menemui kelucuan dalam pikira-pikiranku sendiri. Dan bagiku itu merupakan hiburan yang mengasikkan, ya harganya murah cukup rokok dan kopi yang menemani, aku sudah bisa berimajinasi sana sini.

Seperti kata albert eisten, imajinasi memang bisa membawa kita kemana-mana. Dengan imajinasi kita bisa merubah dunia. Diam-diam akupun mulai terdiam, secara perlahan tubuhku mulai mengurangi aktivitasnya, otot-ototku mulai mengendor, dan tarikan nafasku seakan tak terasa. Dalam kondisi seperti ini aku hanya mendengar degup jantungku yang terus memburu semakin keras. Ya…..!!! aku suka mendengar suara jantungku sendiri, walaupun ia jarang aku dengar di kota yang riuh ini.

Mungkin karena jarang itulah aku menyukainya, aku mulai merasakan ketenangan luar biasa jika suara dunia hanya jantungku ketika suara angin hanya nafasku, ketika suara manusia hanya pikiranku, ketika semua rasa hanya perasaanku, ketika semua bisikan adalah hatiku. Dan aku benar-benar ada dan berdiri dengan kesendirianku.

Walaupun aku mengerti, betapa bosannya adam dulu, ketika ia pertama kali mejelajahi bumi ini, sendirian. Lalu kepada siapa ia mengeluh, kepada siapa ia berbicara, dengan siapa ia bercanda, tapi yang pasti sepertinya masalah pertama adam bukalah kesendiriannya di dunia, tapi rasa cintanya pada hawa. Ketika itulah cinta pertama manusia dimulai dari perpisahan, tuhan menurunkan adam dan hawa ke belahan bumi yang berbeda, konon mereka berdua butuh 600 tahun lamanya untuk kembali bersua dan melahirkan anak keturunan manusia. Ya kita.

Adam tidak hanya melahirkan keturunan manusia, tapi ia juga menurunkan masalah kepada manusia, masalahnya adalah manusia. Sehingga jika tak ingin punya masalah maka jangan jadi manusia, karena dengan masalah itulah kita akan menemukan kemanusiaan kita. (entahlah aku bingung dengan kalmatku ini, tapi aku akan terus menuliskan pikiranku). Semoga kalian mengerti. Setidak-tidaknya membaca. Walaupun tidak mengerti bukan berarti membaca itu sesuatu yang tidak berguna. Itulah hebatnya membaca. Walaupun kita tidak mengerti kita tetap tidak sia-sia.

Bagiku membaca adalah membuka ruang pemikiran baru, walaupun sebenarnya sudah ada dalam ide kita, namun dengan membaca ia bisa muncul ke permukaan meminta perhatian untuk terus kita pikirkan. Membaca adalah langkah pertama dimana perjalan panjang akan dimulai oleh pikiran kita yang kemudian berujung pada imajinasi menembus semesta.

Kali ini aku akan menceritakan apa yang aku baca, bukan sebuah buku karya penulis terkenal, tapi aku membaca sebuah buku semesta karya sang maha pencipta, walaupun aku tak seberapa yakin apakah bacaanku itu benar atau tidak.Ya setidaknya aku akan menceritakan apa yang ada di pikiranku. Kali ini aku sedang berbicara dengan diriku sendiri, aku tidak tahu diriku yang sebenarnya yang mana, yang berbicara atau yang di ajak berbicara. Tapi tak apalah, kali ini aku adalah yang membicarakan diriku yang sedang berbicara dengan aku yang di ajak berbicara. (agak ribet bahasanya).

Tapi aku berhenti disini, tak ada lagi yang bisa ku tulis. Namun aku tahu, bahwa tak mudah menulis apa yang kita pikirkan, apa lagi menjelaskannya pada orang lain. Dan terkadang memang sungguh menyakitkan berbicara dengan orang yang mudah mendengar tapi tak mudah mengerti. Ya aku ternyata tak mengerti diriku sendiri. Lalu apakah orang lain bisa mengerti diriku…??? Mungkin tidak, mungkin juga iya.

Mungkin tidak, karena mereka hanya mengerti diriku menurut apa yang mereka mengerti. Mungkin juga iya, karena mereka mengerti apa jalan pikiranku, tapi itupun tak sesempurna diriku yang tidak mengerti. (ribet lagi bahasanya). Tapi dari semua yang saya tulis dalam prograf ini adalah bahwa aku sedang bercerita tentang sesuatu yang tidak aku mengerti tentang diriku juga. Intinya adalah aku hanya ingin mengatakan bahwa aku tak mengerti diriku, apalagi aku mengerti dirimu, apalagi dirimu mengerti diriku….?? (tanda Tanya BESAR). Selamat membacaa tulisanku, semoga kalian suka dengan keruwetan tulisan ini. Aku saja tidak paham apa yang saya tulis. Apalagi kalian….????

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline