Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan pemberitaan mengenai inflasi yang merajalela dimana-mana. Seperti Amerika negara yang bahkan dikatakan sebagai Negara adikuasa, per bulan Juli kemarin kenaikan inflasinya menyentuh angka 9,1% .Beberapa Negara bahkan sudah bangkrut seperti Sri Langka. Selain Sri Langka, ternyata Negara-negara berikut juga terancam bangkrut karena inflasi yang gila-gilaan, seperti kini Afganistan, Argentina, Mesir, Laos, Lebanon, Pakistan dan Myanmar.
Lantas Indonesia sendiri bagaimana? Indonesia tentu tak kalah. Pada bulan Juli ini Indonesia resmi mencetak rekor inflasi tertinggi sejak tahun 2015. Ibu Sri Mulyani mantan bos bank dunia mengatakan inflasi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh kenaikannya harga pangan global. Tentu kita semua berharap dengan kondisi yang demikian ini Indonesia tidak akan sampai mengalami kebangkrutan seperti Negara tetangga lainnya.
Kenapa pemerintah tidak cetak banyak uang saja sih?
Ada beberapa orang berpikiran demikian. Harga semua barang menjadi naik, kenapa pemerintah tidak cetak uang banyak saja kan jadi beres masalah. Oke jadi begini, kita bayangkan saat ini ada hujan uang dimana masing-masing orang bisa memiliki uang 100juta di kantongnya. Apa yang akan terjadi? Jumlah uang yang beredar kini menjadi banyak dan tentunya tidak sebanding dengan produksi barang kebutuhan sekarang. Maka terjadilah yang dinamakan inflasi, kenaikan harga-harga karena penurunan nilai mata uang.
Kita contohkan saja seperti tepung gandum. Berapa harganya saat ini? Karena mengalami kelangkaan, harga tepung gandum kini menjadi sangat mahal. Kenaikan harga tepung gandum tersebut akan meningkatkan harga barang lainnya, contohnya seperti roti dan mie instan. Dan dengan harga barang --barang yang meningkat tersebut, daya beli masyarakat menurun. Banyak perusahan bangkrut karena daya beli masyarakat kini menjadi rendah.
Untuk menangulangi permasalahan tersebut, maka pemerintah melakukan kebijakan yang sering kita dengar yaitu dengan cara menaikan suku bunga bank, hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menyerap jumlah uang yang beredar agar lajunya inflasi dapat terkendali.
Kalau jumlah uang yang beredar di masyarakat itu menjadi masalah, lantas bagaimana jika jumlah uang yang beredar kurang? Apakah juga masalah? Tentu saja, itu juga tak kalah berdampaknya. Dengan jumlah uang yang beredar berkurang, nilai uang menjadi lebih tinggi, Itu yang dinamakan dengan deflasi. Uang beredar kurang menyebabkan harga suatu barang menjadi turun. Jika harga turun maka tidak ada orang yang mau memproduksi suatu barang tersebut. Dengan begitu banyak bisnis menjadi tutup, pengangguran naik, tingkat belanja rendah, dsb.
Lalu bagaimana?
Dengan kondisi demikian pemerintah biasanya lantas merurunkan suku bunga untuk mendorong masyarakat agar mau berinvestasi dan melakukan kegiatan produksi seperti mungkin berwirausaha dengan memudahkannya masyarakat melakukan pinjaman dengan bunga rendah.
Kalau jumlah uang di masyarakat beredar terlalu banyak itu tidak terlalu baik, sedangkan jika jumlah uang yang beredar berkurangpun tak kalah buruknya. Lantas bagaimana? Itulah pentingnya keseimbangan.
Nah kegiatan pemerintah dalam mengatur jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan dan menurunkan suku bunga tersebut disebut dengan kebijakan moneter. Selain kebijakan moneter, pemerintah juga punya kuasa mengarahkan ekonomi dengan cara mengatur pengeluaran dan pemasukan Negara, itu disebut dengan kebijakan fiscal. Kebijakan ini meliputi pajak, subsidi BBM, tariff, kuota import dan sebagainya.