Salah satu adegan yang menarik bagi saya di film Bohemian Rhapsody adalah ketika Freddie Mercury adu argumen dengan produser EMI Record mengenai lagu Bohemian Rhapsody. Produser mengkritisi lirik dan durasi lagu yang panjangnya sampai 6 menit. Rasanya tak bakalan ada radio yang mau memutar lagu dengan durasi dua kali lebih panjang dari lagu pada umumnya.
Tidak ditemukan titik kompromi dalam adu argumen tersebut. Sang produser pun sampai mengeluarkan nada keras terkait dengan uang yang sudah ia keluarkan untuk memproduksi album Queen. Puncaknya Freddie bersama Brian May, Roger Taylor dan John Deacon memilih meninggalkan ruangan tersebut. Sebelum keluar, Freddie berkata kepada sang produser, "Anda akan dikenang sebagai orang yang kehilangan Queen."
Di kemudian hari terbukti, Freddie tak salah mempertahankan argumentasinya. Radio yang dikhawatirkan enggan memutar lagu Bohemian Rhapsody justru memutarnya berulang kali karena lagu itu mampu bertahan selama 9 minggu dalam UK Singles Chart. Lagu itu pun melegenda dan populer hingga saat ini.
Kisah Freddie Mercury bersama Queen merupakan salah satu kisah sukses yang pernah saya tonton atau baca di antara beberapa kisah lainnya. Kisah-kisah orang sukses sangat baik untuk kita baca, dengar, maupun tonton karena akan memperkuat keyakinan dalam mewujudkan impian kita. Orang-orang sukses ini membuat sejarahnya sendiri. Sejarah yang kemudian menginspirasi banyak orang.
Saya yakin, awalnya Freddie Mercury tak pernah berniat untuk menorehkan sejarah di dunia musik internasional. Yang ada dalam pikirannya adalah membuat karya yang lain daripada yang lain. Dengan keyakinan karya tersebut dapat diterima.
Bukan bermaksud menyamakan diri dengan Freddie Mercury, he he he. Ini sekadar mengambil semangatnya. Saya pun demikian ketika pertama kali membuat pementasan Stand Up Comedy pada 6 Maret 2004 di Gedung Kesenian Jakarta. Semangat saya waktu itu adalah murni berkarya dan memperkenalkan kepada publik sebuah bentuk komedi yang masih asing di Indonesia. Namun, saya yakin bentuk komedi ini pasti dapat diterima dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
Saya tak menyangka, yang saya lakukan itu membuat saya tercatat sebagai pelopor Stand Up Comedy di Indonesia. Bahkan beberapa media pada tahun 2004 ada yang menulis bahwa saya adalah Stand Up Comedian pertama di Indonesia. Saya rasa ini ada benarnya karena semenjak pertama kali saya menekuni Stand Up Comedy tahun 1997, saya belum pernah mendengar atau membaca di media ada orang Indonesia yang menyebut dirinya Stand Up Comedian.
Tak berhenti di situ, saya pun membawa Stand Up Comedy ke layar televisi untuk pertama kalinya melalui program Jayus Pliss Dong, Ah yang tayang di TV7 (sekarang Trans7) tahun 2004, kemudian program Bincang Bintang di RCTI. Pada tahun 2005. Semangat untuk mempopulerkan Stand Up Comedy menghantarkan saya bersama Ramon Papana pada 21 Oktober 2010 membuat open mic di Comedy Cafe Kemang.
Ramon Papana pemilik Comedy Kafe kemudian mengunggah rekaman Open Mic ini ke Youtube. Ini kemudian berhasil memancing para Stand Up Comedian pemula untuk ikut datang ke Comedy Cafe dan mencoba panggung open mic. Bahkan Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika yang saat itu lebih dikenal sebagai penulis buku dan presenter ikut tampil melakukan Stand Up Comedy di Comedy Cafe pada 13 Juli 2011.
Selanjutnya beberapa stasiun televisi terinspirasi dengan rekaman-rekaman open mic yang diunggah ke Youtube untuk menjadikannya program televisi.
Kemudian muncul pertanyaan, "Kenapa di saat Stand Up Comedy sedang populer seperti sekarang ini saya malah seakan tengelam?" Jawabannya adalah karena stasiun televisi tersebut enggan melibatkan saya dalam program Stand Up Comedy yang mereka buat, baik sebagai pembawa acara maupun salah seorang dewan juri.