Lihat ke Halaman Asli

Iwa Sambada

man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu

Seni untuk Tidak Berekspektasi

Diperbarui: 25 April 2023   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada kalanya berpikir tentang masa depan, menghayal dan berangan-angan. Bahkan sesekali ia menjelma sebagai harapan yang kemudian secara simultan diaminkan oleh iman dan bermetamorfosa menjadi doa. Tidak salah untuk mempunyai impian bahkan setingkat mempunyai dunia seisinya, namun apa salahnya jika memilih untuk tidak berharap apapun. Dan membiarkan unconditional thinks memberikan kejutan di setiap kejadian. 

Tidak salah memang kecanggihan teknologi mencoba untuk meningkatkan persentase probabilitas, memang hal itu sangat penting untuk mengukur sesuatu secara presisi, tajam dan akurat. Namun dibalik ketepatan itu terdapat sisi gelap yang tak banyak kita sadari. Benar sekali, manusia jadi hanya suka yang pasti-pasti. Maunya yang terlihat jelas aja, prospek masa depan bagus dan jaminan yang meyakinkan. Yang pada intinya mereka jadi takut akan sesuatu yang berbau kejutan atau hal yang diluar jangkauan akal mereka.

Segala bentuk abstraksi yang diluar nalar dan logika akan ditolak mentah-mentah dihindari dari hadapan kalau perlu dibuang jauh-jauh agar tak nongol lagi. Sungguh menggelikan sekali mengingat kapastias akal manusia yang sangat terbatas namun bernafsu ingin menopang kehendak Tuhan yang tanpa batas. Capek sekali bukan..?

Jadi teringat waktu mengerjakan skripsi yang menemukan hasil penelitian bahwa yang menyisakan persentasi besar dari pengaruh faktor lain. Saat itu aku hanya membatin apakag jika mengkaitkan lebih banyak lagi variabel apakah masih tetap menyisakan ruang lagi pada faktir yang tak diikutsetakan? Jika memang iya mungkin sejauh apapun manusia berupaya besar untuk membuat segala sesuatunya menjadi serba pasti akan selalu ada ruang untuk ketidakpastian. Rumit sekali kan...?

Padahal bukan itu yang ingin saya tulis, tapi berhubung muncul saja di kepala ya mubadzir kalau tidak sekalian ditulis.

Sore itu tepat pukul 16.00 aku duduk santai didepan rumah yang kebetulan sebuah taman asri di bantaran sungai dengan beberapa pohon tinggi yang teduh. Bukan tanpa alasan aku duduk disitu, memang karena cuaca yang sangat gerah dan ingin mencari hawa sejuk di bawah rindangnya pepohonan. Kebetulan saja aku bawa smartphone yang tinggal 18% daya hidpunya. 

Duduk diatas kursi taman melihat kendaraan berlalu lalang dan bapak-bapak lagi mancing berbaris rapi selayaknya shaf di masjid ketika hendak sholat berjamaah. Sembari menikmati angin yang sedikit pelit berhembus aku menatap keatas langit berhiaskan beberapa ujung pepohonan yang sesekali bergoyang merayakan hadirnya angin yang semakin jarang untuk datang.

Pemandangan begitu indah sekali, menciptakan ketenangan dan kedamaian. Seketika itu juga aku mengambil smartphone dan berniat mengambil vidio untuk ngonten dan iseng-iseng upload di sosmed. Ketika tombal play aku tekan eh kebetulan segerombol burung melintas persis di langit yang menjadi objek vidioku. Aku putar kembali dan ternyata indah sekali untuk sesuatu yang dibilang kebetulan. Tidak pernah mengaharap kalau burung itu datang ketika aku ingin ngonten namun tiba-tiba muncul begitu saja. Hal itu cukup membuatku takjub dan mampu menggerakkan tanganku untuk menuliskanya.

Unconditional thinks akan mempunya konotasi yang baik atau buruk tergantung penggunaan bahasanya. Jika menggunakan diksi ketidakpastian akan terasa suram, misteri dan tidak nyaman. Namun akan sedikit lebih baik kalau menggunakan kata kebetulan. Kata yang menggambarkan berbagai kemungkinan dengan sedikit sekali kenyataan yang sesuai harapan. Pun kalau sesuai harapan namun kadar yang hanya beberapa persen saja tidak sepenuhnya.

Seperti halnya kejadian yang saya almi, mungkin beberapa kebetulan lain dapat kalian alami dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Misalnya ketika sedang sibuk-sibuknya memacu sepeda motor eh kebetulan saja hujan deras. Berharap menemukan tempat yang sekedar cukup untuk berteduh eh malah kebetulan pas didepan rumah temen. Dan kebetulan juga dia dirumah jadinya disuruh masuk dan dibuatkan segelas teh hangat. 

Setelah beberapa jam mungkin anda berharap hujan cepat reda agar urusan dapat di lanjutkan dan kerjaan segera beres. Eh taunya malah kebetulan dijalan dapat menjumpai pelangi yang indah dan sangat cukup untuk merefresh kepala yang sedang pusing karena kerjaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline