Lihat ke Halaman Asli

Memaknai Konsep "Kegagalan"

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salah satu proses belajar kita ketika kecil adalah belajar berjalan. Mungkin ketika ulang tahun pertama, anda mulai belajar berjalan - kemudian anda pun terjatuh dan anda pun terjatuh berulang kali sampai pada akhirnya anda dapat berjalan dengan lancar dan sampai sekarang anda tidak pernah merasa gagal belajar berjalan dalam kehidupan saat ini.


Saya yakin, anda dapat mengingat sebagai orang dewasa suatu kejadian dimana anda gagal satu atau dua kali kemudian anda menyerah. Jadi apa bedanya dengan ketika anda belajar berjalan?

Jawabannya adalah “ANDA TIDAK MENGENAL KONSEP KEGAGALAN”.

Ingatkah anda? Orang tua anda meyakinkan bahwa anda bisa melakukannya jika terus berusaha dan mereka selalu mendampingi anda untuk mendorong anda. Setiap Keberhasilan diakhiri dengan kegembiraan dan tepukan, yang memompa diri anda untuk lebih berhasil lagi.

Seringkali, semua berawal dari suatu kejadian di sekolah dimana guru bertanya, “Siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini?” dan dengan penuh semangat anda mengangkat tangan bahkan sampai melompat-lompat supaya guru menunjuk anda. Kemudian guru pun menunjuk anda dan anda menjawab dengan keras dan lantang. Tapi kemudian guru anda bilang, “Kamu SALAH, Saya heran melihat kamu”.

Akhirnya benih-benih keraguan pun mulai muncul. Anda merasa malu. Bagi banyak orang, inilah awal terciptanya citra diri yang negatif.

Masalah adalah harta yang terbalut dengan penderitaan”

Setelah dewasa, akan sangat baik apabila kita belajar untuk memaknai kegagalan dengan positif. Sebuah berlian tidak akan pernah menjadi berlian yang indah apabila tidak melalui proses yang sangat panjang dan menyakitkan. Sebuah kayu tidak akan menjadi kayu yang halus tanpa dipasrah ataupun diamplas terlebih dahulu. Jadi bersyukurlah apabila anda masih memiliki masalah. Karena tidak ada pelaut handal yang dilahirkan di laut yang tenang.

Sangatlah penting untuk mengajarkan konsep memaknai kegagalan ini pada putra dan putri kita. Banyak sekali kejadian yang menimpa mereka karena mereka tidak bisa menerima kegagalan. Salah satu contoh paling gamblang adalah fenomena bunuh diri pada remaja. Sebenarnya hal ini disebabkan karena mereka tidak siap untuk ditolak. Mereka tidak siap untuk gagal. Kita seringkali mengajarkan untuk bersyukur dan berterima kasih ketika kita mendapatkan keberuntungan. Tapi apakah kita pernah mengajarkan untuk bersyukur dalam kesulitan dan kesusahan?

Kegagalan bagaikan penyakit yang pernah kita alami. Coba anda tanya ke semua orang yang ada di dunia ini, apakah ada satu orang pun dari mereka yang tidak pernah sakit? Saya yakin, pasti semua orang pernah merasakan sakit. Begitu juga dengan kegagalan. Semua orang pasti akan mengalami yang namanya kegagalan. Dan sekarang semua tergantung dari kita, apakah kita akan memaknai kegagalan itu sebagai sesuatu yang akan mengasah kita menjadi lebih baik atau sebuah lubang yang sangat dalam yang membuat kita tidak bisa naik  lagi?


Salam Sehat, Sukses dan Bahagia untuk kawan-kawan semua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline