Lihat ke Halaman Asli

Anak-anak Masa Kini

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kala itu saya baru selesai pulang dari kampus jam masih menunjukkan pukul 15.00 WITA dan badan terasa remuk inginnya rebahan diatas pulau kapuk. Tiba-tiba hp saya berbunyi dan itu telpon dari kakak dengan perintah untuk mengantar ponakan ke rumah kakak sekarang. Maklum sekolah ponakan dekat dengan rumah. Setelah tiba ponakan langsung ganti baju lalu pergi ke area bermain TK yang dekat dengan rumah. Jam-jam segitu naluri untuk keluar bermain bagi anak pasti lagi besar-besarnya. Saya pun ikut untuk menggunakan jaringan wifi katanya kakak jaringannya cepat kalau disana. Langsung saya jalan ke tempat itu. Ya hitung-hitung sambil jagain ponakan main lah lagipula kan gratis. Mahasiswa itu identik dengan kata GRATISAN. Setelah tiba disana saya kaget. Seolah heran atau tidak percaya dengan yang terjadi. Tempat wifi dipenuhi dengan ana-anak kecil dengan gadget mereka masing-masing ditangan. Sambil ketawa-ketawa bahkan ada yang serius dengan memanikan permainan onlinenya. Melihat ke seberang dari tempat itu tampaklah lapangan hijau kecil yang hanya dihiasi rerumputan hijau yang bergoyang. Sepi sekali dilapangan itu. Tak ada satupun anak kecil yang bermain dan menghamburkan debu-debu lapangan. Saya pun terduduk diam. Niat untuk memperbarui segala aplikasi digadget terhenti. Sambil tersenyum saya memikirkan bahwa perbedaan anak jaman sekarang dengan dulu itu beda sekali ya. Dulu bila disore hari, rumah-rumah itu sudah tidak berisikan anak-anak lagi. Semuanya pergi bermain ada yang kejar-kejaran, petak umpet bahkan berkotor-kotoran dengan tanah itu hal yang dianggap biasa. Bahkan menjelang sore pun disekitar rumah saya itu sudah ribut karena ulah saya dan teman-teman tidak peduli apakah dijam itu orang-orang masih terlelap tidur untuk berisitrahat atau tidak. Tak heran bila dulu kami sempat disiram air panas oleh salah satu tetangga. Di benak saya berpikir bahwa apakah psikologi mereka tidak terganggu karena keadaan sosial mereka itu kurang bergitu luas dengan hanya bermain gadget tanpa bermain seperti anak-anak biasanya. Pengaruh teknologi benar-benar menampar siapa saja tak melihat usia. Ya, anak-anak ini misalnya. Meskipun dibalik kesan positif dari teknologi selalu diikuti dengan kesan negatifnya dan itu tidak sedikit. Pengaruh teknologi bagi anak-anak ialah :

1. Jiwa sosial yang kurang. Hal ini disebabkan karena semua waktu yang digunakan sebaiknya unutk berkomunikasi dengan orang lain tersita dengan hadirnya gadget mereka akibatnya mereka dapat beranggapan bahwa mereka dapat hidup sendiri tanpa bantuan atau hadirnya orang lain.

2. Rasa peduli sesama tidak ada lagi. Kurangnya sosialisasi sudah pasti rasa simpati terhadap orang disekitar tidak akan tumbuh. Anak-anak menjadi apatis bila hanya berinteraksi dengan gadget saja. Mereka tidak akan peka terhadap sesuatu dilingkungan mereka sendiri.

3. Melalukan intimidasi dengan mudah. Bila peranan orang tua dan agama disini tidak ditegakkan secara tegas. Anak-anak akan justru lebih mengikuti bahkan mempratikkan sesuatu yang mereka lihat diinternet secara langsung tanpa bertanya apakah itu baik atau tidak. Tak dapat dipungkiri seiring dengan majunya negara ini karena teknologi. Sudah mewabah sekali tontonan-tontonan di televisi yang kurang baik bagi anak-anak.

4. Buta akan budaya sendiri. Ya ini yang menyebabkan warisan budaya kita selalu diklaim oleh negara tetangga. Bagaimana caranya kita mau mempertahankan bila kita sendiri tidak mengetahui apa yang akan kita pertahankan serta lestarikan. Akibat dari hadirnya teknologi ini dapat membuat anak-anak merasa acuh tak acuh dengan budayanya sendiri. Anggapan mereka bisa saja memandang bahwa budaya itu sesuatu hal yang ketinggalan jaman.

Meski pengaruh ini tidak dirasakan secara langsung tapi seiring dengan berjalannya waktu kepribadian itu akan semakin kuat terbentuk. Peranan keluarga dan teman sangatlah erat dalam membentuk jiwa anak-anak. Harapannya agamalah yang dapat menjadi filter mereka dalam melihat dan merasakan hadirnya teknologi ini yang tidak dapat kita hindari selain melewatinya dengan bijak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline