Kesempatan bertemu langsung Pasi Sahlberg, ahli pendidikan asal Finlandia dan penulis buku Finnish Lessons, menjadi daya tarik utama bagi saya untuk menghadiri Education Forum di FinnFest USA 2013 di Hancock Michigan bulan Juni lalu. Finlandia dikenal sebagai negara dengan kualitas pendidikan yang sangat baik dan secara konsisten unggul di berbagai tes internasional. Kesuksesan pendidikan Finlandia cukup unik karena ia bertolak belakang dengan cerita dari negara-negara lain yang juga dikenal sukses seperti Korea Selatan, Cina dan Singapura. Di Finlandia tidak ada tes standarisasi, siswa-siswa tidak stres dalam belajar, guru-guru mengajar dengan metode-metode mutakhir dan progresif, jumlah hari bersekolah yang relatif lebih sedikit, usia masuk sekolah yang konvensional (mulai 7 tahun), dan layanan pendidikan berkualitas terjamin secara gratis untuk semua anak tanpa pandang bulu. Tak salah jika Finlandia menjadi langganan contoh sukses dalam berbagai wacana reformasi pendidikan dimana saja saat ini.
Finlandia anti GERM
Menurut Pasi Sahlberg keberhasilan Finlandia memang bertolak belakang dengan arah Global Education Reform Movement (GERM), yang menekankan pada kompetisi, standarisasi, akuntabilitas berdasar nilai tes, dan kebebasan memilih sekolah pemerintah atau swasta. Ide-ide ini umumnya diambil dari perspektif ekonomi dan bisnis yang berorientasi pada mekanisme pasar. Pasi berargumen bahwa walaupun ide-ide GERM secara teori baik, namun pada kenyataannya mereka menimbulkan infeksi pada sistem pendidikan seperti yang terjadi di banyak negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Selandia Baru, Swedia, dll. Prestasi negara-negara ini semakin terpuruk akibat menggunakan ide-ide GERM tersebut.
Sebagai alternatif Pasi menawarkan The Finnish Way, yang berpijak pada ide-ide kolaborasi, kreatifitas, akuntabilitas berdasarkan kepercayaan, dan keadilan. Sekolah, guru, siswa, orang tua dan masyarakat harus saling berkolaborasi dalam menjamin sistem pendidikan bermutu untuk semua anak. Kompetisi selalu mensyaratkan ada yang menang dan yang kalah, ada yang untung ada yang buntung. Hal ini justru melemahkan semangat kolaborasi yang seharusnya lebih diutamakan. Dengan jiwa kolegialitas yang tinggi, para guru dan sekolah di Finlandia saling bahu membahu membantu satu sama lain untuk kemajuan pendidikan mereka. Prinsipnya pihak yang mengalami kesulitan bukannya dihukum, tapi dibantu agar bisa sukses bersama-sama.
Penekanan pada standarisasi tidak terjadi di sistem pendidikan Finlandia karena standarisasi berlawanan dengan kreatifitas. Mereka percaya bahwa semakin standarisasi ditekankan, semakin sempit ruang untuk kreatifitas. Tak heran mata pelajaran favorit di Finlandia adalah kerajinan tangan, terutama kerajinan kayu (woodwork). Selain itu guru-guru di Finlandia sangat menekankan pentingnya waktu bermain bagi anak. Prinsipnya dalam 1 jam, 45 menit dialokasikan untuk belajar, dan 15 menit untuk bermain bebas sesuai kehendak anak. Guru-guru Finlandia berpendapat bahwa bermain membantu perkembangan kognitif, afektif dan sosial, dan membantu performa akademik. Karena itu waktu istirahat sangat banyak di sekolah-sekolah Finlandia bahkan hingga sekolah menengah atas.
Sistem akuntabilitas pendidikan Finlandia berbeda dengan strategi yang sering kita dengar yang berdasarkan nilai tes siswa. Strategi berdasar nilai tes ini sering digunakan untuk menentukan sekolah dan guru yang bagus dan tidak bagus. Bahkan bisa tentukan kenaikan gaji, promosi, atau pemecatan guru. Sayangnya strategi akuntabilitas seperti ini mengakibatkan turunnya kualitas proses belajar mengajar. Ketika tes jadi panglima, para guru dan sekolah pun berlomba-lomba mempersiapkan siswa untuk lulus tes, bukannya berlomba-lomba menggali rasa ingin tahu siswa, mengasah imajinasi, kreatifitas dan inovasi. Di Finlandia akuntabilitas pendidikan didasarkan pada kepercayaan terhadap guru dan sekolah sebagai profesional yang memiliki wewenang penuh dan integritas yang tinggi. Hal ini dimungkinkan karena profesi guru di Finlandia sangat populer bukan karena gajinya sangat tinggi melainkan karena status sosial yang sangat terhormat di masyarakat. Seleksi untuk jadi guru sangat kompetitif. Siswa-siswa terbaiklah yang selalu melamar ke program pendidikan guru, dan yang diterima hanya 10%. Program pendidikan guru sendiri berkualitas tinggi hingga jenjang S2. Sesudah mulai mengajar mereka terus mendapat pendidikan lanjutan baik secara formal dan informal. Tak jarang yang melanjutkan ke jenjang S3.
Pendidikan di Finlandia murni sebagai public good, yang berarti bahwa investasi berasal dari publik melalui pajak, dan manfaat hasil pendidikan dinikmati oleh publik juga. Pendidikan di Finlandia gratis dari sekolah dasar hingga program doktoral. Hanya 4% dari keseluruhan institusi pendidikan di Finlandia yang tidak didanai oleh pemerintah melalui dana pajak. Walaupun gratis, pemerintah Finlandia berkomitmen untuk menjamin kualitas tinggi pada semua sekolah tanpa kecuali. Ini berlaku bagi siswa dari keluarga miskin atau kaya, di desa maupun di kota, di daerah yang jarang penduduknya maupun yang rapat penduduknya. Semua dijamin akses layanan pendidikan berkualitas. Komitmen ini dijaga dengan baik walaupun sudah lebih dari 20 menteri pendidikan berganti sejak reformasi pendidikan Finlandia diluncurkan di tahun 1970.
Rahasia keberhasilan Finlandia
Empat dekade yang lalu pendidikan Finlandia masih tertinggal. Kenapa sekarang mereka bisa hebat? Apa resepnya? Dari diskusi di Education Forum tersebut, saya menangkap empat poin utama. Pertama, di awal reformasi pendidikan digulirkan, Finlandia mencanangkan sebuah visi yang jelas untuk bangsa mereka: menjadi knowledge-based society. Visi ini mensyaratkan semua warganegara terdidik dengan baik sehingga bisa menjadi aset bagi pembangunan negara. Visi yang jelas memberi arah yang jelas bagi segenap bangsa Finlandia termasuk bagi bidang pendidikan.
Kedua, adanya kesepakatan politik tentang visi, prinsip, dan rancangan sistem pendidikan. Butuh proses yang cukup panjang dan melelahkan (dua dekade) hingga semua komponen politik di Finlandia setuju bahwa semua anak harus mendapat layanan pendidikan dasar secara gratis dan berkuliatas tanpa kecuali. Proses politik ini tidak hanya berhenti saat perencanaan, tapi juga saat implementasi. Walau pemerintahan dan menteri pendidikan silih berganti, visi, prinsip dan rancangan sistem pendidikan Finlandia tak berubah. Semua terlaksana baik sesuai rencana awal. Hal ini menunjukkan kekuatan dan kematangan karakter dalam memegang teguh kesepakatan bersama.
Ketiga, bangsa Finlandia meninggikan ilmu, penelitian, dan profesionalitas. Ide-ide untuk kemajuan pendidikan diperoleh dari berbagai riset dan praktik-praktik yang sukses dari dalam negeri, serta dari manca negara yang disesuaikan dengan konteks lokal. Riset-riset ini tidak hanya dilakukan oleh para profesor di universitas, tapi juga oleh para guru. Semua guru di Finlandia minimal lulus program S2 melalui pengerjaan tesis. Artinya kualitas mereka sebagai peneliti pun sangat baik. Ini membantu pengembangan pengetahuan dan praktik pendidikan di Finlandia.
Terakhir, masyarakat Finlandia bersikap realistis dan percaya pada proses. Mereka paham bahwa hasil baik tak terjadi secara seketika, tapi secara bertahap. Di awal reformasi pendidikan, Finlandia memfokuskan diri pada pembenahan struktur dan pematangan sejumlah konsep dasar tentang pengatahuan, pembelajaran dan pengajaran. Hal ini dilakukan oleh seluruh komponen pendidikan, profesor pendidikan, guru, sekolah, pemerintah dan masyarakat. Setelah itu mereka mulai memfokuskan diri pada kurikulum, desentralisasi dan kolaborasi antar sekolah dan dengan masyarakat. Saat ini Finlandia terus memperkuat mutunya dengan fokus peningkatan efisiensi sistem pendidikan mereka.
Pelajaran untuk Indonesia
Finlandia negara kecil, penduduknya hanya 5.5 juta dan relatif homogen. Bisakah diterapkan di Indonesia? Menurut saya bisa! Dengan perpektif desentralisasi, kisah Finlandia sangat mungkin kita terapkan di berbagai daerah di Indonesia. Untuk itu, wacana desentralisasi pendidikan yang sudah digagas dalam UU Sisdiknas 2003 harus didalami lebih serius, dan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) harus dihidupkan kembali. Banyak kota-kota, kabupaten-kabupaten di Indonesia yang bisa mengambil inspirasi pembenahan sistem pendidikan mereka dari kisah sukses Finlandia ini.
Para pengambil kebijakan pendidikan kita pun harus berpikir ulang tentang penggunaan ide-ide reformasi pendidikan yang didasarkan pada perspektif ekonomi yang berorientasi pada mekanisme pasar. Kebijakan-kebijakan yang menekankan kompetisi, standarisasi, ujian nasional, dan privatisasi pendidikan harus ditinjau kembali. Finlandia justru mengambil langkah yang sama sekali berbeda. Mereka berhasil dengan proses pendidikan yang mencerdaskan, bukan yang mengintimidasi, bukan pula yang mengandalkan hukuman.
Jika hendak berhasil kita pun harus paham bahwa hasil baik tak datang dengan seketika. Butuh fondasi yang benar dan kuat, dan butuh kesabaran dalam menjalani proses. Investasi pada guru, ilmu pengetahuan, dan penelitian. Guru harus ditinggikan kualitas dan derajat sosial dan ekonominya, sehingga siswa terbaik memilih profesi guru. Ide-ide kemajuan pendidikan harus didasarkan pada landasan ilmu pengetahuan yang bertanggung jawab yang didapat dari penelitian berkesinambungan.
Terakhir, kita perlu kesepakatan politik. Bagaimanapun juga, pendidikan sarat dengan nuansa politik, terutama dalam menentukan tujuan, prinsip, dan rancangan sistem pendidikan. Dalam proses politik ini, kita butuh kematangan dan kekuatan karakter untuk dapat berkompromi dan berkomitmen untuk kemajuan bersama. Sebagai bangsa kita harus punya visi yang jelas sehingga arah dan tujuan pendidikan dapat diselaraskan. Selama kita masih terkotak-kotak karena partai, suku, agama, ras, dsb., perjalanan kita untuk keberhasilan dan kemakmuran sebenarnya masih sangat panjang, termasuk di bidang pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H