Lihat ke Halaman Asli

Tentang Rasa Jengah

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada suatu hari setelah melakukan satu kerja sambilan dan menunggu waktu kerja sambilan yang lain, aku mencoba berjalan-jalan ke seputar Ginza Tokyo. Sebagai mahasiswa di Jepang yang membawa keluarga, uang beasiswa jelas sangat-sangat tidak cukup dan mesti cari penghasilan lain. Untungnya di sini, asal kita mau berusaha, ada saja rezeki buat kita.

Aku turun dari kereta "Tokyo Metro Ginza Line" di stasiun Ginza. Stasiun itu berada di bawah departemen store besar, jadi di bawah tanah gitu. Kaki menginjakkan tangga eskalator beberapa lantai, baru bisa merasakan udara luar yang waktu itu masih dingin meski sudah di pertengahan Maret. Kulihat jam, masih ada waktu sekitar 30 menit untuk ginbura (Ginza de bura-bura, atau jalan-jalan di Ginza). Sebenarnya pengen cari tempat duduk untuk baca novel yang belum juga habis sebulan ini, tapi sejauh mata memandang, tidak ada tempat duduk di luar. Apalagi angin sangat kenceng, brrrr. Sudahlah, kuputuskan untuk masuk ke departemen store yang besar tadi saja.

Begitu kaki masuk di lantai satu, kulihat wajah-wajah cantik terawat menawarkan beberapa produk ke pengunjung yang datang. Deg-degan juga nih kalau nanti ditawarin. Pasti kutolak dong, karena lantai satu itu tempat kosmetik dan parfum. Kalau kosmetik tidak pakailah aku, jadi tidak akan kubeli, tapi kalau parfum kan laki-laki juga pakai? Parfum-parfum dengan merek-merek luar itu banyak terpampang di etalase. Harganya pasti mahal! Nggak mungkinlah aku kuat membelinya. Meskipun punya uangpun, bukan parfum itu yang akan kubeli. Apalagi pada waktu itu di dompet hanya ada selembar seribuan dan beberapa koin recehan.

Langkah kubikin lebih cepat dan ingin segera berlalu sebelum ada yang menawariku. Kutuju lantai bawah, tempat makanan yang terlihat ramai. Biasa, kalau pengunjungnya banyak, perasaan tidak nyaman karena akan jadi perhatian berkurang sehingga bisa lebih relaks. Kue-kue berjajar berbaris dengan roti-roti yang bisa membuat ngiler orang yang melihatnya. Perut langsung terasa lapar. Tapi, perasaan untuk segera keluar begitu kuat sehingga seperti tadi aku cepat-cepat melangkah keluar. Waktu masih ada sekitar 20 menitan. Mau kemana lagi ya? Akhirnya aku menuju stasiun lagi dan menuju stasiun Shinbashi, stasiun terdekat dengan lokasi kerja sambilan. Kuputuskan untuk menunggu di taman saja.

Di dalam kereta, aku berpikir kenapa aku merasa sangat jengah dan tidak nyaman berada di dalam departemen store tadi? Apa karena memang tidak terbiasa dengan barang-barang yang tidak terbeli? Atau karena waktu itu tidak punya uang? Setelah berpikir agak lama, mungkin alasan kedua lebih tepat bagiku. Dengan tidak memiliki uang, rasa ketidaknyamanan akan muncul jika melewati pertokoan. Kalau hanya melihat-lihat sih ok, tetapi kalau nanti ada SPG yang mendekati dan bertanya-tanya, rasa jengah itu akan muncul. Rasanya nggak tega membiarkan dia bersusah-susah menjelaskan produk dan merayu-rayu yang pada nantinya hanya berakhir dengan ketidakbelian. Tidak bisa hati ini mengatakan bahwa saya tidak beli tidak hanya karena tidak tertarik tetapi juga karena tidak punya uang. Mungkin ada orang-orang yang bisa berlagak punya uang meski kantong kempes, tetapi aku tidak bisa.

Jadi karena uang yang kurang atau tidak ada membuatku tidak nyaman berjalan-jalan di pusat pertokoan. Kesimpulan itu kemudian berlanjut dengan bidang lain. Akhir-akhir ini aku merasa tidak nyaman berada atau mendatangi masjid. Mungkin itu berarti karena ada yang kurang atau tidak ada di dalam diriku. Waduh..... gimana nih? Ampun...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline