Di tengah hiruk pikuk dukang-dukung dalam Pilpres mendekati 17 April 2019, banyak hal dalam kehidupan kabarnya seakan redup tertutup. Salah satunya, kasus hukum Advokat Lucas.
Ia didakwa memfasilitasi kaburnya Eddy Sindoro ke luar negeri. Sementara ia bukan lawyer Eddy Sundoro, apatah pula di saat dinyatakan kabur, Eddy Sindoro masih sosok merdeka, bukan dicekal.
Di Imigrasi Bandara namanya tak ada dalam red notice. Lantas mengapa Eddy Sindoro, kasus utama, kemudian hanya dituntut 5 tahun, sementara Lucas seakan tali-temali kaitannya kabur harus didakwa 12 tahun?
Dua alat bukti di persidangan juga tak tersedia. Menyimak persidangan TIPIKOR indikasi keterlibatan Dina Soraya, Sekretaris M Riza Chalid (MRC), juga Jimmy alias Lie, tidak digali tuntas penyidik.
Jimmy sendiri tidak dihadirkan ke persidangan.
Mungkinkah kasus ini mengindikasikan keterlibatan salah satu pemilik Air Asia, MRC, mengingat pesawat dinaiki Eddy Sudoro 'kabur'?
Dari verifikasi saya di lapangan, ketika Lucas di KPK, sebagai saksi, setelah selesai BAP ia sudah diijinkan pulang. Ia pun telah memanggil supirnya hendak kembali pulang ke rumah.
Ternyata baru sampai di tangga KPK, penyidik memanggilnya kembali. Ia lantas ditahan sebagai tersangka. Tiga hari diisolasi. Ia tak didampaingi pengacara, tertutup dengan dunia luar.
Esok, Rabu, 20 Maret 2019, kita akan menyimak keputusan dakwaan: tak berkira 12 tahun, terhadap Lucas. Nalar hukum dan keadilan menjadi seakan dipermainkan.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mudzakir mengatakan,tuntutan 12 tahun penjara Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan TIPIKOR, terhadap terdakwa advokat Lucas, tanpa pertimbangan pembuktian jelas.
"Tuntutan itu mestinya berdasarkan pertimbangan pembuktian yang ada di sidang, bukan maunya jaksa. Jadi harus objektif. Kalau tidak terbukti yah sudah bebas," ujar Mudzakir, kepada media, 12 Maret 2019.