Sebelumnya saya menulis ihwal Quick Count di Tengah Fakir Literasi. Tulisan ini bagian kedua ihwal Pilkada di Sumatera Selatan. Saat ini tepat empat hari situs KPU kena hack, sesuai keterangan KPU. Sebagai warga, kita tak dapat lagi mengikuti progres penghitungan rekapitulasi suara. Khusus untuk wilayah Sumsel ini, saya mendukung pasangan Dodi-Giri. Kami bertanya-tanya akan perkembangan, ada apakah?
Di saat sebelum down, Dodi-Giri, Paslon 4, sempat tertinggal hampir tiga persen dari lawan. Pihak lawan sudah bergembira-ria seakan memastikan diri menang. Padahal kenyataannya di 11 Kabupaten dan Kota, dari 17 yang ada, jagoan kami signifikan unggul. Dan masih ada sekitar lebih 1.786 TPS belum dilakukan rekapitulasi suara. Itu artinya sekitar 446.500 suara, jika dipukul rata satu TPS 250, belum diketahui publik sebaran suara Paslon ke porsi mana saja.
Dalam sikon demikian, unggulan di selisih tak mencapai 100 ribuan suara sudah melakukan gerilya. Tak tanggung-tanggung, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (RR), menerima Herman Deru (HD), Paslon 1 resmi di kantor, Kamis pekan lalu. Maka tidak berlebihan saya mengatakan sikap RR tersebut saya katakan kepada kawan-kawan sebagai laku offside. Bukankah pengumuman resmi KPU belum terjadi.
Saya mengenal baik Jend. Pur. RR. Bahkan ketika 2014 saat esok hari jelang pendaftaran Capres Jokowi, bakda magrib saya mengeluarkan meme di Sosial media bahwa Cawapres Jokowi sosok RR. Jauh sebelumnya saya sering ikut pertemuan dan mendukungnya mendampingi Jokowi bersama Team Ryamizard Ryacudu (TRR).
Di lemari pakaian, kami masih menyimpan kemeja putih lengan panjang berlogo TRR, ada bintang merah di atas font-nya. Sayang esok harinya, tepatnya ketika dinihari, saya mendapatkan kabar RR tersingkir. Posisi Cawapres Pak Jokowi diambil Pak JK. Maka sebagai sosok mengenal RR, saya menyayangkan lakunya menerima HD di kantornya.
Lain hal kalau pertemuan itu dilakukan di kediaman RR, personal sifatnya. Bukankah menjadi sangat lucu, figur merasa menang seakan sudah gubernur diterima resmi Menhan, di kantor, tahu-tahu kelak hitungan resmi KPU berbeda dengan fakta hari ini?
Memangnya ada peluang jagoan kami menang? Jelas ada.
Selain angka di awal saya paparkan tadi, hari ini di semua Koran terbitan Sumsel, memberitakan tim Advokasi Dodi-Giri mengajukan gugatan ke Bawaslu, jelang deadline tadi malam; bahwa menemukan berbagai kecurangan dan indikasi pidana, khususnya untuk kota Palembang. Tim advokasi melakukan upaya gugatan Pemilihan Suara Ulang (PSU) untuk Kota Palembang. Di antara dasarnya; DPT bermasalah, sehingga ada indikasi penggelembungan suara; dugaan politik uang ditemukan di banyak tempat di kota Palembang; saksi Paslon 4 tidak menerima salinan DPT; Tidak mendapatkan C1 KWK
Bagi para pendukung HD, dan tentu sosoknya sendiri rasa kemenangaan tentu boleh saja berlebih. Dalam eforia itu saya menyimak, beberapa ASN di Pemda Sumsel sudah ada terang-terangan berfoto dengannya dan menaroknya ke grup komunitas di WA. Beberapa relawan pendukung Paslon kami pun demikian. Bahkan ada dengan berani memberi petuah kepada Dodi, "Mas Dodi masih muda, masih banyak peluang dan kesempatan ke depan.." Setelah sebelumnya memajang foto-foto diri dengan HD. Figur relawan demikian dapat disimak laku YV, di antaranya.
Saya menyimak keadaan itu, menjadi teringat ketika pada Pilkada di Bali, lima tahun lalu, di saat Sudikerta, Cawagub Mangkupastika.
Syahdan, melalui seorang animator kami di Bali, Agung Sanjaya, saya dan isteri, Sandra, akhirnya sempat pula diajak mendukung Sudikerta. Satu dua kali kami datang ke Bali sekadar turut mendampingi kampanye. Pun pada hari hari pemungutan kami di Bali. Bakda Magrib, di saat quick count sudah dilakukan, Mangkupastika-Sudikerta dinyatakan tertinggal dari lawan. Maka ketika bakda magrib kami ke tempat Sudikerta, poskonya sepi-senyap. Semua orang ramai berbulan-bulan lalu, seakan ditelan bumi. Tinggallah kami berempat di ruang tengah keluarga Sudikerta. Sikon menjadi berbalik lagi setelah hitungan resmi KPU diumumkan, dan mereka akhirnya dilantik gubernur dan wakil gubernur.