Bahannya tapioka, ikan, diberi bumbu, kemudian diblender, selanjutnya dibungkus kecil pakai daun pisang, disangrai di bara api, lebih meriah dengan bara batok kelapa. Aroma tepung berkelindan daun pisang bakar, melahirkan makanan bertajuk otak-otak, dilahap dengan racikan sambal khusus, yummm.
Di Pangkalpinang, Ibu Kota Provinsi Bangka Belitung, kami punya langganan warung otak-otak telah meraup belasan juta rupiah sebulan. Hanya jualan otak-otak.
Otak-otak Bangka saya maksud dibungkus berdaun pendek, setengah telunjuk saja. Bagian atas dan bawahnya dikunci tusukan lidi. Adonan tepung sebanding ikan. Tidak seperti otak-otak kebanyakan, berdaun sejengkal, di lidah lebih berasa tepung. Diferensiasi menjadi kunci rasa otak-otak Pangkalpinang. Beda dengan otak-otak di Jakarta rata-rata.
Kolega saya, Bambang Prasetya, di Surabaya baru saja bercerita pekan lalu. Ia dulu diajak oleh kawannya memulai bisnis es cincau. Kemarin setelah lama tak berjumpa sang kawan, jaringan Es Caola 99 di Surabaya, kini perputaran usahanya sudah lebih dari Rp 2 miliar sebulan.
"Jadi menyesal saya tak ikutan dulu," kata Bambang.
Ia lalu memberikan link sebuah blog kepada saya. Di link saya baca, bagaimana seorang terkena PHK, joint dengan Es Caola 99. "Satu bulan aku jalani, belum begitu ada hasil. Bulan kedua ada tanda-tanda, akhirnya di bulan keempat sudah setara dengan empat kali lipat gaji UMR," tulis Hary, biasa mangkal di Jalan Brawijaya, Surabaya. Ia bangga memasang alamat website caola99.
Kunci sukses Caola, pertama fokus kepada es cincau. Kedua, jaringan kemitraan. Saya simak data di online, hingga Juli 2017 jaringan Caola sudah ada di 251 outlet di seluruh Indonesia. Pastilah dalam setahun ini bertambah banyak.
Kisah sukses usaha ritel minuman seperti Caola ini kini, dalam pengamatan saya kian banyak saja. Populasi warga, terlebih di kota besar, menuntut ketersedian suplai makanan dan minuman cepat saji, enak, dan murah. Di saat terik matahari, Es Caola, dengan Rp 2.500 segelas, dahaga lepas. Caola melesat gagah melawan jaringan es berbau nama asing, seperti teh Thailand dan jelly Jepun.
Sayang cerita sukses di ranah media sosial kita bukan lagi hidangan hari-hari. Di tahun politik, jelang Pilkada serentak, jelang Pileg dan Pilpres berbaregan 2019, topik dominan di Sosmed sesuai kami amati dari big data, mechine learning, dan artificial intelligence, berkisar ranah ganti dan tetap sosok presiden. Perang diksi ganti dan lanjut.
Sehingga menjadi barang langka bagaimana persoalan passion, intensi, care, mengusahakan makanan dan minuman menjadi bahasan, boro-boro jadi trending topic, nol bebek kupasan.
Masih dalam kerangka jelang Pilpres itu sejak minggu kedua Desember 2017 hingga saya menulis ini, sudah lima kali bertemu Presiden Joko Widodo. Seorang kepala daerah di sebuah provinsi, karena saya beberapa kali bertemu presiden itu, tertarik bertemu saya. Adalah seorang kawan menantu cucu dari seorang pahlawan mempertemukan.